Langsung ke konten utama

O, Frida Kahlo

Sebuah kamar di sebelah kamar kos saya baru saja di bongkar. Sudah tiga bulan ini penghuninya tidak muncul. Masa kontrak telah habis. Barang-barang dikeluarkan; kasur, bantal-bantal yang mulai ditumbuhi jamur, tape, karpet, dispenser, botol-botol berisi minuman sirup dan rak buku. Di antara koleksi buku yang sedikit itu, saya melihat novel berjudul Frida, karya Barbara Mujica. Saya mengambil dan membacanya.

Saya seperti pernah mengenal nama itu, Frida Kahlo. Tapi di mana saya pernah menemukannya? Saya berusaha mengingat kembali dan.. O, Frida Kahlo. Saya teringat sajak yang ditulis Goenawan Mohamad, di lembaran majalah Kalam, mungkin edisi 1993 atau '94.

di alismu langit berkabung dengan jerit hitam dua burung di ragamu tiang patah di kamar narkose, ampul tertebar : rasa sakit dan sejarah

GM menulis sajak itu khusus untuk Frida Kahlo. Frida seorang perempuan, pelukis, aktivis liga pemuda komunis, yang menjalani hidup dengan lika liku kontroversial. Ibunya seorang Mexico, Katolik yang taat, yang mendukung gerakan revolusioner Zapata (Zapatista). Sementara ayahnya, Wilhelm (Guilermo) keturunan Jerman-Hongaria dan punya darah Yahudi, dan tidak percaya kepada Kristus. Silsilah yang kemudian membuat masa kecil Frida di sekolah begitu membosankan, lantaran dia kerap diolok-olok sebagai seorang keturunan Yahudi oleh teman-temannya.

Frida bersikeras bahwa dia seorang Mexico. Dia lahir pada 1907, tetapi lebih suka mengakui tanggal kelahirannya tiga tahun lebih muda: 1910, tahun permulaan revolusi di Mexico. Tahun yang kemudian paling dikenang oleh anak-anak sekolah dalam sejarah Mexico.

Frida perempuan yang cacat. Masa kecil, dia diserang penyakit polio yang membuat sebelah kakinya pincang. Di sekolah dia diolok sebagai "si pincang". Tetapi, Frida selalu tahu bagaimana caranya terus tetap dapat percaya diri. Di antara keahlian Frida yang dikagumi Cristina adalah kepintaran Frida menyembunyikan kekurangannya.

Frida seorang yang keras kepala. Paling banyak mendapat perhatian kedua orang tuanya. Dia narsis. Tapi juga cerdas. Karena itu dia diterima di sekolah paling bergengsi di negara itu, sekolah Preparatoria (Prepa), sekolah yang banyak mencetak siswa berprestasi. Di Prepa, Frida bergabung dengan Chachuchas, sekelompok anak muda beraliran kiri yang kerap membikin ulah di sekolah. Satu dari pemuda dalam kelompok itu menjadi pacar Frida, Alejandro (Alex).

Dari kelompok itu, dia banyak menyerap pikiran Freud, Marx dan Hegel. Sesuatu yang membuat dirinya berpikiran bebas dan memiliki kepercayaan diri sebagai seorang pemberontak. Di Prepa, awal mula dia berkenalan dengan seorang pelukis (mural) terkenal bernama Diego Rivera. Kelak, lelaki seniman yang digambarkan dengan menjijikkan (perut gendut, paha berlemak, kepala sebesar biji kacang, mata seperti kodok, bibir tebal) tapi selalu dapat membuat takluk perempuan itu, menjadi suami Frida.

Sebelumnya, Frida pernah menjalin hubungan asmara dengan Alejandro, lelaki yang bersamanya saat terjadi kecelakaan tabrakan trem yang mereka tumpangi. Tetapi kemudian Alex meninggalkannya. Frida juga menjalin hubungan seksual dengan seorang perempuan pegawai perpustakaan. Peristiwa yang kemudian mengguncangkan jiwa ibunya yang Katolik.

Pada akhirnya, Frida jatuh di pelukan Diego. Mereka menikah dalam upacara yang serba komunis: tanpa pendeta, tanpa baju pengantin, karena ini mengindikasikan tradisi borjuis. Pernikahan dengan Diego berlangsung tidak membahagiakan. Diego masih meneruskan kebiasaan lamanya; menggauli setiap perempuan yang disukainya.

Leon Trotsky, pemimpin komunis Rusia yang dikagumi Diego, datang ke Mexico. Frida sempat menjalin hubungan intim dengannya, demi membalas rasa sakit hati kepada Diego. Beberapa hari kemudian, Trotsky yang telah berambut putih itu tewas dengan kepala hancur. Seseorang dari lawan politiknya mengirim pembunuh untuk Trotsky.

Setelah kematian Trotsky, jalinan hubungan antara Frida dan Diego kian rapuh. Mereka bercerai, tapi kemudian menikah lagi. Frida mengalami keguguran. Dia menderita lumpuh di masa akhir hayatnya. Frida wafat pada 7 Februari 1954.

Barbara Mujica menulis kisah Frida dengan sangat cantik dari perspektif Cristina, adik kandung Frida yang mencemburui sekaligus mencintai Frida. Lalu tulis GM dalam sajak untuk Frida Kahlo:

Di ruang Meksiko itu, dengan gaun putih Tehuana, Frida menghentikan kursi rodanya. Kamar berubah suhu, tapi hidup, seperti dulu, adalah kini yang berganti-ganti... Apakah mati sebenarnya? Konon di tempat tidurnya -- sebelum orang mengangkatnya ke api kremasi -- ada seorang yang datang dan mencium parasnya, penghabisan kali, "Frida, kau adalah ketakjuban kepada harum brendi, senyum di percakapan dan ranum pisang dalam sajian makan malam. Kau tergetar kepada apa yang sebentar" "Apa yang akan ku lakukan tanpa yang absurd dan yang sementara?" Benar, begitulah ia pernah bertanya.

Komentar

Ibnul A'robi mengatakan…
Mengeja ulasan yang kau rangkai, aq teringat masa kul dulu. Saat kita terperangkap dalam gejolak masa remaja. Berebut cinta semu sang pujaan hati. Hanya karena terinspirasi oleh sebuah novel berjudul magdalena yang kita beli di pasar loak shopping center, kita ukir sebuah kisah seolah2 itu nyata. Nyatanya, kita hanya terperangkap dalam ruang hampa. Sebuah kenyataan dalam dunia imajinasi. Kalo inget lucu ya, ha...ha..2
samsulbahri mengatakan…
Setidaknya kita sudah belajar dari itu semua, kawan.

Postingan populer dari blog ini

Ke Labuan Bajo

       Entah darimana isteriku dapat wangsit. T iba-tiba dia membuat rencana hendak   bepergian jauh: ke Labuan Bajo. Niatnya ini dia utarakan padaku, kira-kira tiga bulan sebelum keberangkatan kami.; “Kita akan ke Labuan Bajo   di musim liburan anak-anak nanti.” Tekadnya untuk pergi kian bulat, sebulat telur penyu. Dia rajin melihat review-review di kanal youtube dan medsos lainnya untuk mendapatkan kiat-kiat menempuh perjalanan jauh itu. Aku sendiri tidak pernah terpikir akan jalan-jalan ke sana. Jangankan ke Labuan Bajo, ke pulau tetangga (Sumbawa) saja saya belum pernah injakkan kaki. Sejauh ini, pemandangan di wilayah bagian timur Indonesia hanya saya saksikan secara intens dari menonton film-film Ekspedisi Indonesia Biru garapan dua jurnalis, Bung Dandhy Dwi Laksono dan Suparta Arz alias Ucok.  Keduanya melakukan perjalanan keliling Nusantara di tahun 2015 silam, cumak bermodal honda bebek, tapi dengan hasil gambar-gambar video yang kemudia...

Fasholatan Kiai Asnawi Kudus

SETELAH hampir setahun, baru kali ini saya punya kesempatan membuka-buka dan membaca sebuah kitab mungil, Kitab Fasholatan , karya Kiai Asnawi Bandan Kudus. Kitab ini dihadiahi Ibu Nyai Sohib Bisri saat kami berziarah ke kediaman beliau di Pesantren Denanyar Jombang dalam bulan Agustus 2016 silam. Kebetulan isteri saya pernah mondok di asrama di bawah asuhan Nyai Sohib. Kedatangan kami ke Denanyar itu jadi semacam acara sowan murid kepada guru.  Bukan main hadiah yang diberikan sang guru kepada bekas muridnya, sebuah kitab berisi tuntunan sholat, dengan harapan agar si murid jangan sampai lalai terhadap kewajiban agama yang maha penting itu. Isteri saya bersama gurunya, Nyai Sohib Bisri (tengah) di Denanyar Djombang Barangkali sang guru tahu belaka kebiasaan para santri mereka setelah jauh dari pesantren, dan hidup bermasyarakat. Sebagian dari mereka telah banyak yang melupakan kebiasaan-kebiasaan saat mondok dulu, hanyut dalam kehidupan yang serba mementingka...

Saya Dibantah

Ketika membahas tentang mitologi pada sebuah kuliah di bulan Mei lalu, saya menjelaskan beberapa contoh dari cerita rakyat dan juga kitab suci. Dalam kitab suci, saya menyebut surat al-fiil , kemudian kisah tentang Adam dan Hawa sebagai contoh. Saya katakan kepada mahasiswa bahwa kedua ayat itu (dan masih banyak yang lain) merupakan contoh mitologi. Mitos saya definisikan sebagai "cara masyarakat membahasakan dan menamai realitas yang dihadapinya." Sebetulnya, definisi ini saya pinjam dari Roland Barthes. Ia mendefinisikan mitos sebagai " a type of speech ," cara bicara. Kita tahu, surat al-fiil itu bicara tentang serombongan tentara berkendara gajah dari Yaman dipimpin oleh seorang raja bernama Abrahah, yang hendak menyerang tanah haram, Mekah. Akan tetapi, rencana besar raja Abrahah ini menemui kegagalan. Di tengah perjalanan menuju Mekah, serombongan burung mengepung dan melempari tentara bergajah itu dengan batu dari neraka. Lumatlah mereka. Diceritakan dalam ...