Langsung ke konten utama

Istana IKN

Bangunan Istana di Ibu Kota Negara (IKN) sedang jadi buah bibir. Terlalu banyak yang mencibir. Juga nyinyir. 

Pasalnya, bentuknya kurang jelas. Namanya Istana Garuda. Tapi tidak mirip seekor burung yang jadi lambang negara itu. 

Lebih mirip istananya Batman, Gotham City. 


Ini gambar istana IKN. 

Ada yang bilang menyeramkan. Beraura mistis. Alih-alih menyerupai Garuda, malah lebih mirip kelelawar.  

Dibikin dari rajutan baja yang didatangkan langsung dari PT. Karakatau Steel, istana IKN ditangani seorang lulusan ITB bernama Nyoman Nuarta. Orang Bali tapi tinggal di Bandung. Ahli bikin patung.

Kata orang, dia bukan arsitek. Dia pematung. Suatu keahlian yang dia dapatkan secara turun-temurun dari kakek moyangnya di Bali. Seniman di Bali pandai-pandai bikin patung. Tak terkecuali Nyoman Nuarta. 

Belakangan, Nuarta-lah orang yang paling "tersiksa" oleh hujatan jutaan Netter di medsos. Cacian dan serapah dilempar begitu saja ke jidatnya. 

Tidak tahan dihujat, Nuarta buka mulut dan nyemprot balik para pengkritiknya: "Kalau baru bisa bikin Ruko, Jangan Ngomong... (bedebah)." 

Hebat sekali Pak Nuarta. Arsitek-arsitek kita dianggap kampungan. Tak paham seni. Karenanya ndak boleh mengkritik. Dianggap kelasnya baru bisa bikin ruko.

Tapi jujur saja. Saya sendiri, dalam posisi yang memandang dari kacamata awam, tidak dapat menilai dimana sisi indahnya istana IKN itu. Seekor burung garuda, dengan sayap terkepak, kepala menunduk, seperti sedang muntah...!!!

Mengapa istana tidak dibikin simpel saja. Tetapi anggun. Kalau mau bikin patung garuda, bikin saja pakai bahan yang sudah familier. Tidak usah bereksperimentasi aneh-aneh dengan menggunakan baja yang dirajut-rajut, yang membuat istana IKN mirip kandang ayam jika dilihat dari jarak dekat.  

Saya tidak tahu, apakah Nuarta bisa tidur nyenyak hari-hari ini, setelah digebuk tanpa henti.  

Lain lagi cerita Jokowi yang mengaku tidak bisa nyenyak tidur di IKN. 

Paling mungkin penyebabnya adalah karena Jokowi sendiri masih menganggap "Jawa adalah Kunci", sehingga dia tak dapat tidur nyenyak di istana barunya itu.

Menjauhkan diri dari Jawa itu adalah petaka. Hal-hal besar tentang Indonesia ini, semua berpusar di Jawa.

Jokowi ingin merobah paradigma itu dengan memindahkan pusat pemerintahan di Jawa ke luar Jawa. Tetapi, dia sendiri tetap tidak akan bisa melepaskan diri dari "Jawa".

Akan kita lihat ke depan nanti, apakah istana IKN itu betul-betul akan menjadi pusat pemerintahan yang baru? Apakah keramaian Jakarta akan juga tercipta di sekitar IKN kelak? 

Saya khawatir bangunan istana yang sudah menelan dana triliunan itu akan terbengkalai di masa mendatang.  

Jika pun terbengkalai, sungguh akan jadi sumber pendapatan menguntungkan bagi para pelaku pengepul besi bekas.  

*** 

Tanggal 17 Agustus mendatang, akan diadakan upacara bendera perdana di istana IKN. Ini sejarah baru tentu saja. Tetapi ada yang bikin risau panitia HUT Kemerdekaan di sana. Yakni faktor cuaca. Di Kaltim, di bulan-bulan Juli Agustus ini konon hujan sering turun deras. 

Panitia HUT barangkali sudah sewa jasa Pawang Hujan. Mbak Rara si pawang hujan di Sirkuit Mandalika akan kebagian job: menghalau hujan di IKN selama upacara bendera.

Ini tugas berat. Tidak main-main. Mbak Rara harus berhasil 100 persen memindahkan hujan ke tempat lain. Jangan sampai peristiwa di Sirkuit Mandalika terulang. Mbak Rara basah kuyup diguyur hujan yang dihalaunya. 

Ahhh... Lagipula, mengapa takut hujan...?? 

Jika (Semoga) hujan turun lebat di IKN pada perayaan 17-an, ini akan jadi momen upacara bendera paling unik sepanjang sejarah. Upacara basah-basahan. 

Dulu, pejuang kita berjibaku di bawah  "hujan" peluru. Masakkan sama hujan air saja takuttt...!!

Dus, Ketua Panitia HUT di IKN, Pak Heru Budi Hartono, tak usah pusing pala-lah. Kalau hujan biarin hujan-lah.   

 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ke Labuan Bajo

       Entah darimana isteriku dapat wangsit. T iba-tiba dia membuat rencana hendak   bepergian jauh: ke Labuan Bajo. Niatnya ini dia utarakan padaku, kira-kira tiga bulan sebelum keberangkatan kami.; “Kita akan ke Labuan Bajo   di musim liburan anak-anak nanti.” Tekadnya untuk pergi kian bulat, sebulat telur penyu. Dia rajin melihat review-review di kanal youtube dan medsos lainnya untuk mendapatkan kiat-kiat menempuh perjalanan jauh itu. Aku sendiri tidak pernah terpikir akan jalan-jalan ke sana. Jangankan ke Labuan Bajo, ke pulau tetangga (Sumbawa) saja saya belum pernah injakkan kaki. Sejauh ini, pemandangan di wilayah bagian timur Indonesia hanya saya saksikan secara intens dari menonton film-film Ekspedisi Indonesia Biru garapan dua jurnalis, Bung Dandhy Dwi Laksono dan Suparta Arz alias Ucok.  Keduanya melakukan perjalanan keliling Nusantara di tahun 2015 silam, cumak bermodal honda bebek, tapi dengan hasil gambar-gambar video yang kemudia...

Fasholatan Kiai Asnawi Kudus

SETELAH hampir setahun, baru kali ini saya punya kesempatan membuka-buka dan membaca sebuah kitab mungil, Kitab Fasholatan , karya Kiai Asnawi Bandan Kudus. Kitab ini dihadiahi Ibu Nyai Sohib Bisri saat kami berziarah ke kediaman beliau di Pesantren Denanyar Jombang dalam bulan Agustus 2016 silam. Kebetulan isteri saya pernah mondok di asrama di bawah asuhan Nyai Sohib. Kedatangan kami ke Denanyar itu jadi semacam acara sowan murid kepada guru.  Bukan main hadiah yang diberikan sang guru kepada bekas muridnya, sebuah kitab berisi tuntunan sholat, dengan harapan agar si murid jangan sampai lalai terhadap kewajiban agama yang maha penting itu. Isteri saya bersama gurunya, Nyai Sohib Bisri (tengah) di Denanyar Djombang Barangkali sang guru tahu belaka kebiasaan para santri mereka setelah jauh dari pesantren, dan hidup bermasyarakat. Sebagian dari mereka telah banyak yang melupakan kebiasaan-kebiasaan saat mondok dulu, hanyut dalam kehidupan yang serba mementingka...

Larantuka

Ada dua jalur yang akan ditempuh untuk sampai ke Ende. Pertama, dengan kapal laut yang bertolak dari Surabaya. Kedua, dengan kapal laut yang sama yang bertolak dari Lombok. Keduanya sama-sama pilihan yang ambigu.  Setelah berdiskusi, akhirnya kami ambil opsi kedua; bertolak dari Gilimas Lombok. Itu artinya, kami harus menyeberang ke Lombok dulu dari Padangbay menuju Lembar. Perjalanan dari rumah kami di Jembrana Bali, dimulai pada jam 2 siang, tanggal 10 Juni 2025, hari Selasa, bertepatan tanggal 14 Dzulhijjah 1446 tahun hijriyah.  Kendaraan masih Toyota Rush Konde legendaris yang sudah hampir dua belas tahun menemani perjalanan kami. Segala sesuatu persiapan terkait kendaraan ini sudah Aku cukupi. Mulai dari servis berkala, penggantian oli mesin, ganti bearings (klaher) di bagian roda depan kiri, perbaikan seal rem yang rusak, hingga penggantian empat buah ban roda. Kali ini Aku coba pakai GT Savero untuk mengganti merk ban asli Dunlop.  Harga GT Savero lebih murah 450.0...