Langsung ke konten utama

Fasholatan Kiai Asnawi Kudus

SETELAH hampir setahun, baru kali ini saya punya kesempatan membuka-buka dan membaca sebuah kitab mungil, Kitab Fasholatan, karya Kiai Asnawi Bandan Kudus. Kitab ini dihadiahi Ibu Nyai Sohib Bisri saat kami berziarah ke kediaman beliau di Pesantren Denanyar Jombang dalam bulan Agustus 2016 silam. Kebetulan isteri saya pernah mondok di asrama di bawah asuhan Nyai Sohib. Kedatangan kami ke Denanyar itu jadi semacam acara sowan murid kepada guru. 

Bukan main hadiah yang diberikan sang guru kepada bekas muridnya, sebuah kitab berisi tuntunan sholat, dengan harapan agar si murid jangan sampai lalai terhadap kewajiban agama yang maha penting itu.


Isteri saya bersama gurunya, Nyai Sohib Bisri (tengah) di Denanyar Djombang



Barangkali sang guru tahu belaka kebiasaan para santri mereka setelah jauh dari pesantren, dan hidup bermasyarakat. Sebagian dari mereka telah banyak yang melupakan kebiasaan-kebiasaan saat mondok dulu, hanyut dalam kehidupan yang serba mementingkan urusan duniawi serta menganggap enteng perkara ibadah. Maka sangatlah patut bagi sang guru untuk mengingatkan kembali bekas santrinya akan pentingnya mengamalkan ibadah.

Diterbitkan oleh Menara Kudus, penerbit yang cukup terkenal di kalangan pembaca buku-buku keagamaan tradisional, kitab mungil ini ditulis dalam bahasa Jawa Kromo menggunakan tulisan Arab pegon. Karena itu, saya harus pelan-pelan membaca penjelasan kitab ini berbekal kemampuan bahasa Jawa ala kadarnya.

Kitab ini berisi tuntunan sholat, hal-hal yang berkaitan dengan sholat, seperti wudlu’, bacaan-bacaan dalam sholat, dari sholat wajib hingga sholat sunnah, bacaan-bacaan setelah sholat (wiridan), serta faedah-faedahnya.

Putriku Yasi, di kediaman Nyai Sohib Bisri, Denanyar Djombang

Kitab ini memberi saya pengetahuan penting mengenai tradisi “wiridan” yang menjadi kebiasaan di kalangan kaum santri tradisional NU. Sesuatu kebiasaan yang membedakan mereka dari kaum puritan (Muhammadiyah dan sejenisnya).

Jika kita ingin menemukan darimana sumber muasal tradisi pembacaan wiridan –terutama wiridan bakda sholat wajib – maka kitab karangan Kiai Asnawi inilah jawabannya. Kita bisa melacaknya lebih jauh lagi dalam kitab karya Syaikh Nawawi Aljawi, Kasyifatussaja’. Disitu diterangkan wiridan apa saja yang dibaca setelah selesai sholat. Dengan keberadaan kitab ini kita jadi tahu kemana rujukan serta ittiba’ bacaan-bacaan wiridan bakda sholat.

Pada prakteknya, tidak seluruh tuntunan bacaan-bacaan wiridan dalam kitab mungil karya Kiai Asnawi ini diamalkan oleh masyarakat. Ada yang mengamalkannya secara persis sama. Ada yang mengurangi sampai pada bacaan tertentu. Ada pula yang sedikit melenceng dari tuntunan. Setelah membaca kitab kecil ini, Anda dapat memperkirakan mana bagian yang dikurangi atau mana bagian yang melenceng.

Bagian iftitah (pembukaan) dan ikhtitam (penutup) kitab ini ditandai dengan tulisan syi’ir. Ada baiknya saya tuliskan kembali bunyi syi’ir di bagian pembukanya:

Alhamdulillah se akehe puji                         ingkang kagungan Kang Moho Suci
Sholah wa salam ing kanjeng nabi          kabeh kawulo wargo shohabi
Waba’du poro ing kang nglakoni             shalat lan lafadz biso maknani
Ikilah kitab anerangaken                             lafadz lan makna den angen-angen
Maring liyone iyo anutur                              dungo wiridan ing kang wis masyhur
Namane kitab fasholatani                           poro ulama’ ngguru-guruni
Ikilah kitab ojo do mamang                        iku wis bener ojo sumalang
Kang ora nduwe tukuwo wani                   sanajan larang regone wani
Duwit kang gawe tuku dak ilang              kaweroh hasil bodo ne kurang
Bondo kang gawe lakon maksiat             den sikso besok dino akherat

Jeli juga sang pengarang kitab ini meyakinkan calon pembelajarnya yang belum punya agar memilikinya. Semacam promo:  Duwit kang gawe tuku dak ilang.. kaweroh hasil bodo ne kurang.. Uang yang dipakai membeli kitab mungil ini hakikatnya tidak hilang, sebab dapat hasil nyata kebodohannya berkurang.

Semoga...!

Catatn harian ini dicatat di Jembrana Bali 
dalam Bulan Ramadhan 1438 Hijri.
kenangan dari perjalanan ke Denanyar Djombang


    

Komentar

Amisha mengatakan…
Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.

Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut

Postingan populer dari blog ini

Ke Labuan Bajo

       Entah darimana isteriku dapat wangsit. T iba-tiba dia membuat rencana hendak   bepergian jauh: ke Labuan Bajo. Niatnya ini dia utarakan padaku, kira-kira tiga bulan sebelum keberangkatan kami.; “Kita akan ke Labuan Bajo   di musim liburan anak-anak nanti.” Tekadnya untuk pergi kian bulat, sebulat telur penyu. Dia rajin melihat review-review di kanal youtube dan medsos lainnya untuk mendapatkan kiat-kiat menempuh perjalanan jauh itu. Aku sendiri tidak pernah terpikir akan jalan-jalan ke sana. Jangankan ke Labuan Bajo, ke pulau tetangga (Sumbawa) saja saya belum pernah injakkan kaki. Sejauh ini, pemandangan di wilayah bagian timur Indonesia hanya saya saksikan secara intens dari menonton film-film Ekspedisi Indonesia Biru garapan dua jurnalis, Bung Dandhy Dwi Laksono dan Suparta Arz alias Ucok.  Keduanya melakukan perjalanan keliling Nusantara di tahun 2015 silam, cumak bermodal honda bebek, tapi dengan hasil gambar-gambar video yang kemudia...

Kuliner Yogya yang Bukan Khas

Bicara soal kuliner khas di Yogya, orang pasti ingat Gudeg. Ya, itu makanan khasnya. Tapi masih banyak lagi makanan di Yogya yang bukan khas. Saya mau cerita soal pengalaman saya menikmati masakan khas yang tidak populer ini. Ada beberapa warung makan yang sempat saya singgahi, dan beberapa menu favorit saya di masing-masing warung makan itu. Saya mau ceritakan yang berkesan saja. Pepes Kembung di Laris Di jalan Wahid Hasyim Nologaten, ada warung terkenal di wilayah itu. Namanya warun g Laris. Warung ini berdiri kira-kira sejak tahun 2001. Pertama berdiri lokasinya di dekat warung Selaras Ayam Bakar. Tapi kemudian pindah empat ratus meter ke selatan. Tepat sekali nama yang diberikan pemiliknya terhadap warung ini. Warung ini benar-benar laris. Banyak anak kos berkunjung ke sana. Apalagi di tempatnya yang sekarang. Wah, kalau sudah jam rehat kuliah, antara jam 11 sampai jam 2 siang, warung ini padat pengunjung. Para mahasiswa dari AMPTA (Akademi Pariwisata) banyak pada ke sana. Mereka m...