Kang Jalal bukan orang asing bagi saya. Dia sudah kukenal sejak saya masih di pesantren, di bangku SMA, lewat buku-bukunya yang dikoleksi teman senior sekamarku di asrama: seperti Psikologi Komunikasi dan Islam Aktual.
Kelak setelah saya pindah ke Yogya, saya makin dekat dengan Kang Jalal, lewat buku-buku berisi kumpulan artikelnya yang kukoleksi, termasuk buku utuh Psikologi Komunikasi itu.
Beberapa karya tulis Kang Jalal yang sudah menjadi bagian koleksi perpustakaan pribadiku antara lain: Islam Aktual, Islam Alternatif, Psikologi Komunikasi, Rekayasa Sosial, Tafsir Surah Alfatihah, Psikologi Agama, Catatan Kang Jalal dan lain lain.
Bahasa tulisan Kang Jalal sangat renyah. Mudah dimengerti. Gampang mempengaruhi pikiran seseorang. Itulah yang kurasakan waktu pertama mula menjadi pembaca karya Kang Jalal.
Sekitar tahun 2001, saya bertemu dua mahasiswa dari Jepang yang tengah mengadakan penelitian tentang Islam. Siang itu, di Kampus IAIN, dua mahasiswa itu membagi selembar quesioner. Pertanyaan dalam Quesioner itu adalah: Siapakah intelektual muslim idola Anda?
Saya hanya menulis dua nama: Abdurrahman Wahid dan Jalaludin Rakhmat.
Pilihan atas dua nama itu didasarkan atas kegemaranku membaca artikel-artikel mereka.
Biografi intelektual Kang Jalal cukup menarik. Seperti pernah dia kemukakan dalam sebuah artikelnya yang entah saya sudah lupa apa judulnya. Bahwa dia dilahirkan di lingkungan NU, muda aktiv di Muhammadiyah, dan lama-lama jadi Syi'ah.
Ya, Kang Jalal memang pernah jadi ketua Ijabi, Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia. Organisasi Syiah di Indonesia.
Dia sendiri mengakui bahwa dirinya banyak dipengaruhi para intelektual dari negeri Kaum Mullah itu.
Maka tak heran Yayasan sekolah yang didirikannya di Bandung diberi nama Yayasan Muthohhari. Tabarrukan kepada salah seorang ulama Syiah ternama yang tewas di masa Revolusi Islam sedang bergejolak: Ayatullah Assyahid Murtadha Muthahhari.
Sebetulnya dari Kang Jalal lah saya mula mula mengenal beberapa nama pemikir Syiah seperti Ali Syariati dan Muthahhari.
Bahkan akhirnya waktu saya menulis tugas akhir skripsi di Fakultas Syariah, saya memilih mengkaji pemikiran Ayatullah Muthahhari.
Ini pula yang pada akhirnya mendekatkan saya dengan lingkaran aktivis IJABI di Yogya, seperti Ustadz Safwan yang memimpin perpustakaan Rausyan Fikr di Gang Pandega Wreksa Jalan Kaliurang Yogya.
Saya bersama seorang kawan karib asal Tuban, Kawan Mustatho, pernah menjadi anggota aktiv perpustakaan RF, dan pernah pula ikut serta dalam pelatihan studi filsafat Islam yang diadakan di sebuah villa di Kaliurang.
Saya kira, pengalaman pribadi saya yang demikian ini, semua tidak lepas dari pengaruh Kang Jalal pada mulanya.
Meski dia menyatakan diri seorang Syiah, tapi menarik bahwa identitas ke-Syiah-annya tidak menjadi penghalang diterimanya pikiran-pikiran Kang Jalal oleh segenap kalangan.
Itu terbukti dari banyaknya karya Kang Jalal yang menjadi koleksi para santri di pesantren-pesantren NU.
Hari ini tersiar kabar intelektual berkacamata tebal itu telah berpulang.
Sudah lama sekali saya tak membaca karya-karya Kang Jalal lagi.
Saya ingin mengenangnya sebagai sosok yang turut berjasa membangunkan kesadaran saya. Memberi pencerahan bagi saya.
Selamat Jalan Kang Jalal.
Jembrana, Senin 3 Rajab 1442.
15 Februari 2021.
Komentar