Sebuah Catatan Kenangan
Saya menyaksikan sendiri saat terakhir Datok Kiai
Mohammad Yasin Sa’ad. Sebagai kenang-kenangan saya akan menuliskannya di sini.
Dari belakang hadirin, muncul seorang tua berwajah
purnama, berbaju taqwa putih dengan jas hitam, kupiah putih, sarung hijau dan
sebuah serban bercorak putih hitam diselempangkan di pundak. Tangannya memegang sebuah buku tipis dan
lembaran kertas berisi catatan tangan dalam tulisan Arab. Kedua telapak kaki
berbungkus kaos kaki hitam, mungkin untuk menahan hawa dingin malam.
Orang tua yang baru hadir ini adalah Datok Yasin. Segera para hadirin menyambut
beliau, berdiri hormat, lalu menyalami. Seperti para hadirin yang lain, saya
berdiri dan menyalami tangan lembut Datok Yasin. Dari atas panggung, beberapa
pengurus MWC NU turun menyambut beliau dan meminta beliau naik ke atas panggung
yang tingginya sejengkal jari itu.
Datok Yasin tidak langsung naik ke panggung, tempat para
pengurus MWC duduk berjejer. Malahan beliau duduk bersimpuh di bawah, tak jauh
dari tempat saya duduk bersila.
Usai pembacaan Ratibulhaddad, barulah Datok Yasin bangkit
dan melangkah dibimbing seorang pengurus menuju ke atas panggung.
Duduk di atas panggung tak berlangsung lama, hanya
kira-kira lima belas menit. Tidak kuat lama-lama duduk bersila, beliau meminta
pindah tempat duduk. Seorang santri mempersiapkan tempat duduk kursi kayu di
bawah panggung, dan Datok Yasin pun pindah meninggalkan panggung dan duduk di
kursi kayu tak jauh di sisi panggung.
Beberapa kali saya menatap wajah sepuh Datok Yasin yang
malam itu tampak sumringah dan bersemangat. Saat itu acara sudah memasuki
sambutan dari Syuriah MWC NU yang disampaikan Ustadz Iwanul Wafa menggantikan
Tanfidz Kiai Fauzan yang berhalangan hadir lantaran sakit.
Lepas sambutan Syuriah, dilanjutkan acara pelantikan dan
baiat pengurus ranting NU Desa Cupel oleh Haji Arsyad selaku ketua PC NU
Jembrana.
Usai pelantikan dan baiat yang diikuti lantunan lagu
Yalalwathon, ada acara selingan berupa pembagian santunan bagi para Yatim.
Jarum jam sudah menunjuk jam 10 malam saat tiba giliran
Datok Kiai Yasin menyampaikan tausiyah.
Berikut ini beberapa isi penyampaian Datok Yasin menurut
yang saya ingat:
“Malam ini sungguh istimewa. Ada tiga momen penting di
bulan ini. Pertama, peringatan hari santri nasional 22 Oktober. Lalu kedua peringatan
Sumpah Pemuda 28 Oktober dan ketiga kebetulan bertepatan dengan bulan Rabiul
Awwal bulan kelahiran Baginda Nabi.
Hari santri itu bertepatan dengan dikeluarkannya Resolusi
Jihad oleh Kiai Hasyim Asy’ari yang berisi seruan untuk mempertahankan NKRI.
Sumpah Pemuda itu momen kelahiran nama Indonesia. Sebab
sebelum sumpah Pemuda, nama Indonesia belum dikenal.
Pemuda perlu mempersiapkan diri untuk melanjutkan
kepemimpinan. Sebab yang tua-tua ini sebentar lagi akan meninggal semua.
Saya tidak punya kelebihan apa-apa. Di dalam masalah ilmu kita tidak tahu siapa yang paling 'alim. Kelebihan saya hanya kelebihan umur. Saya sudah terlalu tua.
Ada tiga hal pokok ilmu yang harus dikuasai seorang muslim: Ilmu Tauhid untuk mengenal Tuhan. Ilmu Syari'at (fiqih) untuk mengetahui tatacara ibadah dan muamalah. Terakhir ilmu Tasawuf untuk membersihkan hati.
Tauhid, Fiqih, Tasawuf/ ihsan. Guru-guru disini sering salah memahami kata "Ihsan". Kata "Ihsan" itu diterjemah "berbaik sangka". Padahal kata "Ihsan" itu "anta'budallah kaannakah tarohu. Faillam tarohu, fakaannama taroka". Menyembah Allah seolah-olah kita melihat Allah. Jika kita tidak sanggup melihat, maka seolah-olah kita merasa Allah melihat kita."
Saya ingin menyampaikan dua hadits berkaitan dengan perjuangan kita. Cukup dua hadits saja. Ini kalau direnungkan luar biasa luas maknanya.
Yang pertama hadits riwayat Bukhori Muslim. "innamala'malu binniyati". Setiap perbuatan bergantung pada niat. Apa yang kita kerjakan, pengabdian kita di NU niatkan untuk menegakkan kalimat Allah. Seperti kata Ustadz Saliman, ada dua jenis perbuatan yakni ibadah dan bukan ibadah. Ada jenis pekerjaan yang bukan ibadah, tapi bisa bernilai ibadah karena diniatkan dengan niat yang baik dari awal, maka dihitung ibadah.
Hadits kedua, "inna filjasadi mudhghoh, idza soluha sholuha saairu jasadih.... Alaa wahiya al-Qolb". Di dalam berjuang kita perlu membersihkan hati.
Itu hal yang pertama sebagai pembukaan. Sekarang saya mau khusus membicarakan NU. Nahdlatul Ulama.
NU berdiri tahun 1926. Lebih dulu Muhammadiyah. Baru 94 tahun, jadi masih baru.
Tadi kita sudah saksikan bersama pelantikan pengurus ranting NU Cupel.
Organisasi itu bisa bergerak kalau punya dana. Gampang ngumpulkan uang. Masing-masing pengurus ranting iuran lima puluh ribu. Kalikan sepuluh orang sudah terkumpul lima ratus ribu. kali dua belas pertemuan dalam sethaun sudah terkumpul enam juta.
Uang ini kumpulkan jangan dipakai dulu. Simpan di Bank.
Gampang ngitungkan tu...."
Sampai disini pembicaraan Datok Yasin.
Beliau terdiam beberapa saat, lalu menyandarkan kepala di kursi, mic di tangan kanannya terjatuh. Serentak orang-orang menghampiri beliau.
Komentar