Langsung ke konten utama

Empat Malam di Jogja

Hari mulai senja. Tetapi bias merah matahari tak tampak di barat.
Hujan deras, awan tebal membungkus langit Jawa Tengah, saat kendaraan kami melaju di tol antara Ngawi -Solo. Kilat petir sesekali membuat kaget, lantaran warna peraknya seperti menutup pandangan, sebelum kemudian disusul gemuruh.

Setelah dua jam melaju di tol, sampailah kami di Boyolali.
Kami segera disergap kemacetan petang hari sekeluar dari tol. Jalanan basah. tersisa waktu sekira dua jam lagi barulah kami akan tiba di tujuan terakhir kami: Yogya. 

Kini jalan-jalan jauh lebih padat dari sepuluh tahun silam.

Hotel Paku Mas, Jalan Raya Adisucipto Yogya tempat kami akan menginap. Sesungguhnya ini adalah liburan yang telah dipersiapkan tiga tahun lalu oleh isteriku. Ia dengan tekun menyisihkan serupiah demi serupiah hasil dagangan kami yang akan digunakan untuk berlibur bersama ke Kota Yogya.

Tiga tahun lalu itu anak kedua kami, Dhiyaunnisa belum lahir. Dalam perjalanan kali ini, dia telah berusia dua tahun kurang empat bulan. Sementara anak pertama Yasi Najida telah berusia delapan tahun.

Sesampai di Yogya, jam menunjuk pukul 9 malam waktu Bali, atau jam 8 waktu Yogya. Kami tak langsung meluncur ke penginapan, melainkan ke sebuah jalan di Jalan Nologaten, mencari sebuah tempat makan; Selaras Ayam Bakar yang letaknya tak jauh dari Pesantren Wahid Hasyim, tempat aku pernah bermukim dulu.

Perut kami sudah sama berteriak-teriak. Malangnya, rumah makan yang kami tuju sudah tutup..!!

Jadilah kami singgah di sebuah tempat makan yang pengunjungnya sangat ramai sekali dari kalangan muda mudi milenial yang terletak bersebelahan dengan Kuburan Umum Nologaten. Atau berseberangan dengan warung makan Laris yang dulu pernah jadi warung langgananku semasa kuliah. Warung makan ini pernah berjaya di masaku sesuai dengan namanya. Kini selewat 15 tahun, warung itu tampak sangat kusam, ringkih dan tua, dibanding tempat-tempat makan baru yang berjejer tak jauh di sebelahnya. Barangkali juga sudah banyak ditinggalkan pelanggan.

Jalan Nologaten ini sudah minta ampun padatnya. Sawah-sawah sudah tidak terlihat lagi. Hanya deretan toko-toko, warung-warung, rumah makan-rumah makan yang berdesak-desakan di sepanjang kiri kanan "jalan kenangan"ku ini. Hawa udaranya pun sudah terasa panas.

Aku menyebut jalan ini sebagai "Jalan Kenangan" lantaran dulu semasa kuliah, jalan inilah yang kerap kulewati; dengan menumpang bus, atau dengan terpaksa berjalan kaki  jika Aku ketinggalan bus A1 / A2 bewarna kuning jurusan Jombor-Prambanan itu.

Kalau kebetulan berangkat kuliah pada jam pagi (sekitar jam 7-an) Aku dan teman-teman santri putra yang lain kerap berdesakan dengan santri putri di dalam bus itu. Jika tak dapat tempat duduk, kami sama berdiri seraya sebelah tangan mencengkram besi yang menjulur di langit-langit bus. 

Posisi tempat duduk yang paling kusukai di dalam bus kota ini adalah di kabin depan dekat Pak Supir, karena biasanya di depan tempat duduk itu tergeletak surat kabar Harian Kedaulatan Rakyat edisi terbaru. Sambil menanti perjalanan yang hanya sepuluh menit itu, Aku asyik membuka-buka halaman koran.

Aku tak akan meneruskan cerita tentang "jalan kenangan" ini. Cukuplah dulu.

Kini kami sedang menikmati makan malam di tempat makan yang telah kusebut tadi. Tempat makan yang membuat Aku merasakan diriku sudah tua..!!

Bagaimana tidak??? 

Pengunjung tempat makan ini sebagian besar adalah para adik-adik mahasiswa, dengan gaya mereka saat ini. Gaya yang mewakili semangat jaman mereka kini. Berbeda jauh dari gaya mahasiswa di masaku dulu.

Dari tempat makan ini, barulah kami meluncur ke penginapan. Merebahkan badan yang letih setelah seharian duduk  di dalam kendaraan.

Besok paginya, kami sudah akan bikin acara jalan-jalan lagi. Tapi sebelum acara jalan-jalan bareng itu, Aku sudah lebih dahulu berjalan-jalan lebih pagi.

Day    Kamis 23

- Jam 3 malam. berangkat dari Negara Bali
- Jam 5 pagi sholat subuh di Masjid Watudodol Banyuwangi.
- Jam 6 pagi. Ziarah Asta Pesantren Sukorejo Asembagus. / Isi BBM
- Jam 8 pagi. Singgah sarapan di Warung Pecel Madiun Trigonco Asembagus langganan kami.
- Jam 1 siang. Tiba di Ngawi Jatim. Singgah rumah sedulur di Gemarang.
- Jam 9 Malam tiba di Yogya.

Day 1. Jumat 24

- Jam 8 pagi jl. Malioboro. belanja batik
- Jam 12 siang Jumatan di Masjid Al-Iman Gowok, Ambarukmo
- Jam 2 Siang belakang kampus Univ. Muhammadiyah Yogya rumah Tuaq Jaharudin
- Jam 18 petang, singgah di Krapyak


Day2. Sabtu 25

- Jam 9 pagi. Sowan ke Ndalem Nyai Krapyak, tempat istriku mondok
- Jam 12 siang. mampir warung legendaris nasi pecel SGPC Bu Wiryo di selokan Mataram dekat kampus UGM.
- Jam 1.30 Siang. Ke Kaliurang. Tak terduga Jumpa kawan lama, sastrawan penulis Novel Kiai Aguk Irawan MN.
- Jam 3 sore. Ke Petilasan Mbah Marijan dengan kendaraan Off road. Mobil mogok di tikungan terakhir di tengah Kali Kuning. Untung tak banjir.


Day 3. Ahad 26

- Jam 8 pagi. Jalan Malioboro. Pasar Bringharjo dan Batik Hamzah.
- Jam 12 siang. ke kediaman Kiai Aguk Irawan di Kasongan Bantul
- Jam 5 sore. sendirian Aku ke Toko Buku Social Agency Jl. Solo beli buku novel lawas Pram, Midah Simanis Bergigi Emas.
- Jam 7 malam ke Amplaz. beli teh.


Day 4. Senin 27

- Bersiap balik akan menempuh jalur tengah - Boyolali - Gemolong Sragen - Purwodadi - Blora.

- Jam 9 pagi. Berangkat dari penginapan.
- Jam 1. siang. Singgah di warung makan Purwodadi.
- Jam 3.30 Sore. Singgah di kediaman seorang sahabat lama, Gus Adib (alm.), Gus Duja, di Pesantren Gritan, Ngaringan, Grobogan.
- Jam 4. 30 berangkat ke timur. lewat Blora Cepu Bojonegoro
- Jam 10 malam tiba di Lamongan, nginap di sebuah hotel kecil.
- Jam 8 Pagi sarapan di Warung Soto terkenal Asih Jaya Lamongan.
- Jam 9 pagi berangkat menuju Jember Jatim.
- Jam 2 siang tiba di Jember.








 




 



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ke Labuan Bajo

       Entah darimana isteriku dapat wangsit. T iba-tiba dia membuat rencana hendak   bepergian jauh: ke Labuan Bajo. Niatnya ini dia utarakan padaku, kira-kira tiga bulan sebelum keberangkatan kami.; “Kita akan ke Labuan Bajo   di musim liburan anak-anak nanti.” Tekadnya untuk pergi kian bulat, sebulat telur penyu. Dia rajin melihat review-review di kanal youtube dan medsos lainnya untuk mendapatkan kiat-kiat menempuh perjalanan jauh itu. Aku sendiri tidak pernah terpikir akan jalan-jalan ke sana. Jangankan ke Labuan Bajo, ke pulau tetangga (Sumbawa) saja saya belum pernah injakkan kaki. Sejauh ini, pemandangan di wilayah bagian timur Indonesia hanya saya saksikan secara intens dari menonton film-film Ekspedisi Indonesia Biru garapan dua jurnalis, Bung Dandhy Dwi Laksono dan Suparta Arz alias Ucok.  Keduanya melakukan perjalanan keliling Nusantara di tahun 2015 silam, cumak bermodal honda bebek, tapi dengan hasil gambar-gambar video yang kemudia...

Fasholatan Kiai Asnawi Kudus

SETELAH hampir setahun, baru kali ini saya punya kesempatan membuka-buka dan membaca sebuah kitab mungil, Kitab Fasholatan , karya Kiai Asnawi Bandan Kudus. Kitab ini dihadiahi Ibu Nyai Sohib Bisri saat kami berziarah ke kediaman beliau di Pesantren Denanyar Jombang dalam bulan Agustus 2016 silam. Kebetulan isteri saya pernah mondok di asrama di bawah asuhan Nyai Sohib. Kedatangan kami ke Denanyar itu jadi semacam acara sowan murid kepada guru.  Bukan main hadiah yang diberikan sang guru kepada bekas muridnya, sebuah kitab berisi tuntunan sholat, dengan harapan agar si murid jangan sampai lalai terhadap kewajiban agama yang maha penting itu. Isteri saya bersama gurunya, Nyai Sohib Bisri (tengah) di Denanyar Djombang Barangkali sang guru tahu belaka kebiasaan para santri mereka setelah jauh dari pesantren, dan hidup bermasyarakat. Sebagian dari mereka telah banyak yang melupakan kebiasaan-kebiasaan saat mondok dulu, hanyut dalam kehidupan yang serba mementingka...

Saya Dibantah

Ketika membahas tentang mitologi pada sebuah kuliah di bulan Mei lalu, saya menjelaskan beberapa contoh dari cerita rakyat dan juga kitab suci. Dalam kitab suci, saya menyebut surat al-fiil , kemudian kisah tentang Adam dan Hawa sebagai contoh. Saya katakan kepada mahasiswa bahwa kedua ayat itu (dan masih banyak yang lain) merupakan contoh mitologi. Mitos saya definisikan sebagai "cara masyarakat membahasakan dan menamai realitas yang dihadapinya." Sebetulnya, definisi ini saya pinjam dari Roland Barthes. Ia mendefinisikan mitos sebagai " a type of speech ," cara bicara. Kita tahu, surat al-fiil itu bicara tentang serombongan tentara berkendara gajah dari Yaman dipimpin oleh seorang raja bernama Abrahah, yang hendak menyerang tanah haram, Mekah. Akan tetapi, rencana besar raja Abrahah ini menemui kegagalan. Di tengah perjalanan menuju Mekah, serombongan burung mengepung dan melempari tentara bergajah itu dengan batu dari neraka. Lumatlah mereka. Diceritakan dalam ...