Di Tanjung Balai, kasus Meliana yang dituduh penista agama gara-gara "nyambat" soal speaker TOA di masjid sudah berlalu, bersama sejumlah luka yang menganga akibat meledaknya kerusuhan berbau SARA (suku, agama, ras dan anatomi 😘 ?? Eh ngeresss... antar golongan dull..).
Aku terpana oleh kasus Meliana ini. Seorang ibu rumahtangga. Sentilannya sanggup menghanguskan vihara dan klenteng se Tanjung Balai. Aku menduga pasti ada yang tidak beres di dalam hubungan-hubungan sosial yang terbangun selama ini antar warga masyarakat yang beda agama di sana. ( Hei Kau cari tahulah sendiri mengenai masalah ini ya..!!) 😘
Aku termasuk warga muslim yang tidak setuju mendengar kebisingan speaker yang bersumber dari tempat ibadah yang mulia seperti masjid.
Suara kaset mengaji, adzan dan puji-pujian yang kesemuanya diperdengarkan dengan lantang. Tak jarang bacaan puji-pujian yang ngawur... dan kurang enak diresapi..!!??
Aku, seperti Meliana, sering "sambat" mengenai speaker masjid. Bedanya, Meliana itu non-muslim, dan Aku muslim. Jadi, Aku tidak pernah dituduh sebagai penista agamaku sendiri...😂
Sudah tiga kali petugas operator speaker TOA masjid di kampungku ganti orang. Dan Aku selalu menegor mereka agar jangan terlampau tinggi menyetel volume speaker.
Tetapi petugas operatornya belum mudeng juga.
Kadang-kadang Aku sendirilah yang bertindak otodidak mengecilkan volume speaker.
Suara speaker TOA masjid kampungku memang merdu dan bagus. Tetapi jika dibunyikan terlalu keras bisa bikin orang banyak terganggu.. Dan kita semua mafhum bahwa mengganggu ketenangan orang lain itu hukumnya....? HaaaaRaaaammmm....!!!
Tidak jarang Aku dikejutkan oleh bunyi speaker masjid. Saat pagi-pagi buta sedang asyik sholat malam menjelang subuh, tiba-tiba melengking suara Qori Internasional Muammar ZA yang konon punya suara hebat itu... Di lain kesempatan terdengar suara murottal Imam Sudes yang cenderung membaca ayat dalam nada tinggi...
Kapan suara murottal Imam Ali Abdurrahman Alhudhzaify yang lembut itu diputar ..??? Tidak pernah terdengar, karena masjid kampungku tak punya koleksi kasetnya..🤣🤣🤣
Bicara soal murottal Alqur'an, Aku paling suka mendengar suara Syeikh AlHudhzaify ini. Suaranya merdu dan lembut. Apalagi kalau diputar dengan volume rendah.. sangat syahdu...!!!
Mengapa Aku sarankan suara speaker masjid direndahkan???
Engkau tahu sendiri kan..? Di Bali di pulau yang mayoritas penduduknya nyame Hindu, umat muslim mesti menyadari posisinya.
Di sekitar lingkungan kami di Banyubiru banyak warga Hindu. Mereka tinggal berdekatan dengan masjid. Terus terang mereka tidak pernah menegor kami mengenai suara speaker masjid. Entah mereka terganggu atau tidak,, kami tidak tahu. Yang mereka tahu adalah bahwa mereka harus bersikap toleran terhadap tetangga muslimnya yang sedang beribadah. Jadi, mereka menganggap suara speaker lima waktu itu bagian dari ibadah umat muslim...
Sungguh tinggi sikap tenggang rasa mereka terhadap kami tetangga muslimnya.👍👍👍
Masalahnya adalah kita umat muslim ini yang kurang menghayati arti sikap toleran mereka. 👎👎👎
Mentang-mentang kita tidak pernah diprotes umat lain, lalu kita menganggap perbuatan kita yang menimbulkan polusi suara itu sebagai perbuatan yang benar. Lalu seenaknya kita membunyikan speaker dengan suara keras....!!!
Kebiasaan kita menonjolkan sikap beragama yang norak semacam ini, berupa kegemaran menyetel speaker bernada tinggi, barangkali lahir dari cara beragama kita yang kurang penghayatan. Kurang tafakkur... Tafakkurnya lebih banyak pakai dengkul. Bukan hati..😜😜
Mengumandangkan suara dari masjid sebetulnya tidak perlu keras-keras.
Kalau alasannya agar orang cepat-cepat bangun, atau agar orang sadar sudah tiba waktu sholat, Aku pikir alasan ini tidak make sense (tak masuk akal).
Orang yang sudah terbiasa sholat, lebih-lebih yang sudah terbiasa mendatangi masjid untuk sholat jama'ah, tidak perlu diperingatkan dengan suara kaset ngaji atau adzan dan puji-pujian yang terlalu lantang...
Hanya cukup suara sayup-sayup saja mereka sudah sadar: oh ini sudah waktu subuh... oh ini sudah masuk waktu dzuhur.. oh sudah ashar.. oh.. ini sudah maghrib... oh sudah isya' ... oh sudah waktunya bangun malam dan tahajjud.. oh sudah imsak... oh sudah saatnya sholat dhuha... dan seterusnya...
Mereka sudah memiliki kesadaran waktu. Tahu kapan akan sholat. Tahu kapan akan bangun malam. Tahu kapan waktu dhuha..
Ecetera
Tapi bagi mereka yang tidak punya kesadaran waktu. Tidak punya kesadaran untuk ibadah ( dan jumlah mereka ini lebih banyak), sekalipun Engkau pasang sepuluh speaker TOA yang menghadap seluruh penjuru mataangin, lalu kencangkan volumenya sekencang-kencangnya, mereka tak akan terpanggil untuk segera menunaikan kewajiban lima waktu.😥😥😥
Alhasil, suara kaset mengaji dan adzan yang lantang itu menjadi tidak berfaedah. Sebab, jumlah orang yang datang terpanggil untuk sholat jauh lebih kecil dibanding yang tetep ngorokkkk... 😪😪😪😲😲😲
Sebagai penutup tulisanku kali ini, Aku kutip bagian akhir artikel Gus Dur yang ditulis berpuluh tahun silam "Islam Kaset Dengan Kebisingannya":
"...akal sehat cukup sebagai landasan peninjauan kembali 'kebijaksanaan' suara lantang di tengah malam --apalagi kalau didahului tarhim dan bacaan AlQur'an berkepanjangan. Apalagi, kalau teknologi seruan bersuara lantang di malam buta itu hanya menggunakan kaset! Sedang pengurus masjidnya sendiri tentram tidur di rumah..."🤣🤣🤣🤣🤣
Jembrana, September 2018 Jam 1 - jam 3. 24 malam buta.
Aku terpana oleh kasus Meliana ini. Seorang ibu rumahtangga. Sentilannya sanggup menghanguskan vihara dan klenteng se Tanjung Balai. Aku menduga pasti ada yang tidak beres di dalam hubungan-hubungan sosial yang terbangun selama ini antar warga masyarakat yang beda agama di sana. ( Hei Kau cari tahulah sendiri mengenai masalah ini ya..!!) 😘
Aku termasuk warga muslim yang tidak setuju mendengar kebisingan speaker yang bersumber dari tempat ibadah yang mulia seperti masjid.
Suara kaset mengaji, adzan dan puji-pujian yang kesemuanya diperdengarkan dengan lantang. Tak jarang bacaan puji-pujian yang ngawur... dan kurang enak diresapi..!!??
Aku, seperti Meliana, sering "sambat" mengenai speaker masjid. Bedanya, Meliana itu non-muslim, dan Aku muslim. Jadi, Aku tidak pernah dituduh sebagai penista agamaku sendiri...😂
Sudah tiga kali petugas operator speaker TOA masjid di kampungku ganti orang. Dan Aku selalu menegor mereka agar jangan terlampau tinggi menyetel volume speaker.
Tetapi petugas operatornya belum mudeng juga.
Kadang-kadang Aku sendirilah yang bertindak otodidak mengecilkan volume speaker.
Suara speaker TOA masjid kampungku memang merdu dan bagus. Tetapi jika dibunyikan terlalu keras bisa bikin orang banyak terganggu.. Dan kita semua mafhum bahwa mengganggu ketenangan orang lain itu hukumnya....? HaaaaRaaaammmm....!!!
Tidak jarang Aku dikejutkan oleh bunyi speaker masjid. Saat pagi-pagi buta sedang asyik sholat malam menjelang subuh, tiba-tiba melengking suara Qori Internasional Muammar ZA yang konon punya suara hebat itu... Di lain kesempatan terdengar suara murottal Imam Sudes yang cenderung membaca ayat dalam nada tinggi...
Kapan suara murottal Imam Ali Abdurrahman Alhudhzaify yang lembut itu diputar ..??? Tidak pernah terdengar, karena masjid kampungku tak punya koleksi kasetnya..🤣🤣🤣
Bicara soal murottal Alqur'an, Aku paling suka mendengar suara Syeikh AlHudhzaify ini. Suaranya merdu dan lembut. Apalagi kalau diputar dengan volume rendah.. sangat syahdu...!!!
Mengapa Aku sarankan suara speaker masjid direndahkan???
Engkau tahu sendiri kan..? Di Bali di pulau yang mayoritas penduduknya nyame Hindu, umat muslim mesti menyadari posisinya.
Di sekitar lingkungan kami di Banyubiru banyak warga Hindu. Mereka tinggal berdekatan dengan masjid. Terus terang mereka tidak pernah menegor kami mengenai suara speaker masjid. Entah mereka terganggu atau tidak,, kami tidak tahu. Yang mereka tahu adalah bahwa mereka harus bersikap toleran terhadap tetangga muslimnya yang sedang beribadah. Jadi, mereka menganggap suara speaker lima waktu itu bagian dari ibadah umat muslim...
Sungguh tinggi sikap tenggang rasa mereka terhadap kami tetangga muslimnya.👍👍👍
Masalahnya adalah kita umat muslim ini yang kurang menghayati arti sikap toleran mereka. 👎👎👎
Mentang-mentang kita tidak pernah diprotes umat lain, lalu kita menganggap perbuatan kita yang menimbulkan polusi suara itu sebagai perbuatan yang benar. Lalu seenaknya kita membunyikan speaker dengan suara keras....!!!
Kebiasaan kita menonjolkan sikap beragama yang norak semacam ini, berupa kegemaran menyetel speaker bernada tinggi, barangkali lahir dari cara beragama kita yang kurang penghayatan. Kurang tafakkur... Tafakkurnya lebih banyak pakai dengkul. Bukan hati..😜😜
Mengumandangkan suara dari masjid sebetulnya tidak perlu keras-keras.
Kalau alasannya agar orang cepat-cepat bangun, atau agar orang sadar sudah tiba waktu sholat, Aku pikir alasan ini tidak make sense (tak masuk akal).
Orang yang sudah terbiasa sholat, lebih-lebih yang sudah terbiasa mendatangi masjid untuk sholat jama'ah, tidak perlu diperingatkan dengan suara kaset ngaji atau adzan dan puji-pujian yang terlalu lantang...
Hanya cukup suara sayup-sayup saja mereka sudah sadar: oh ini sudah waktu subuh... oh ini sudah masuk waktu dzuhur.. oh sudah ashar.. oh.. ini sudah maghrib... oh sudah isya' ... oh sudah waktunya bangun malam dan tahajjud.. oh sudah imsak... oh sudah saatnya sholat dhuha... dan seterusnya...
Mereka sudah memiliki kesadaran waktu. Tahu kapan akan sholat. Tahu kapan akan bangun malam. Tahu kapan waktu dhuha..
Ecetera
Tapi bagi mereka yang tidak punya kesadaran waktu. Tidak punya kesadaran untuk ibadah ( dan jumlah mereka ini lebih banyak), sekalipun Engkau pasang sepuluh speaker TOA yang menghadap seluruh penjuru mataangin, lalu kencangkan volumenya sekencang-kencangnya, mereka tak akan terpanggil untuk segera menunaikan kewajiban lima waktu.😥😥😥
Alhasil, suara kaset mengaji dan adzan yang lantang itu menjadi tidak berfaedah. Sebab, jumlah orang yang datang terpanggil untuk sholat jauh lebih kecil dibanding yang tetep ngorokkkk... 😪😪😪😲😲😲
Sebagai penutup tulisanku kali ini, Aku kutip bagian akhir artikel Gus Dur yang ditulis berpuluh tahun silam "Islam Kaset Dengan Kebisingannya":
"...akal sehat cukup sebagai landasan peninjauan kembali 'kebijaksanaan' suara lantang di tengah malam --apalagi kalau didahului tarhim dan bacaan AlQur'an berkepanjangan. Apalagi, kalau teknologi seruan bersuara lantang di malam buta itu hanya menggunakan kaset! Sedang pengurus masjidnya sendiri tentram tidur di rumah..."🤣🤣🤣🤣🤣
Jembrana, September 2018 Jam 1 - jam 3. 24 malam buta.
Komentar