Langsung ke konten utama

Ahok dan Karangan Bunga

Tanya kepada toko penjual karangan bunga, berapa harga satu buah rangkaian karangan bunga? Cukup berfariasi. Ukuran terkecil tanpa alat penyangga seharga Rp. 450.000. Jika didiskon karena bunganya sudah layu menjadi Rp. 290.000. Harga termahal ukuran jumbo berkisar antara 1000.000 hingga 3.400.000. Jika didiskon menjadi setengah harga.

Hari-hari ini pebisnis karangan bunga di Jakarta mendapatkan untung berlipat. Itu semua lantaran pendukung Ahok yang belakangan ini terpicu rasa sedihnya atas dua peristiwa: kekalahan telak Ahok dalam duel Pilkada ronde kedua, dan jatuhnya vonis 2 tahun penjara atas tuduhan penistaan agama.

Setelah Ahok dinyatakan kalah dalam Pilkada, berjibun karangan bunga menumpuk di depan Balaikota DKI, tempat Ahok ngantor sehari-hari. Luar biasa banyaknya karangan bunga yang dipersembahkan buat Ahok. Sudah barang tentu Ahok tidak akan lagi berada di tempat itu untuk tahun-tahun mendatang.

Ibarat kata pepatah "sudah lah jatuh tertimpa tangga, ketumpahan cat pula..!" Begitulah nasib Ahok. Setelah kalah telak dalam Pilkada, keesokan harinya dia harus duduk di kursi pesakitan sebagai terdakwa atas tuduhan penistaan agama. Dan di akhir sidang, hakim mengetok palu setelah menjatuhkan hukuman 2 tahun penjara dan perintah penahanan atas Ahok.

Saya sendiri tidak setuju dengan istilah "penistaan agama" dalam apa yang dituduhkan terhadap Ahok ini. Tetapi yang bicara kali ini adalah fakta politik. Jadi bukan fakta hukum murni. Trus, mau bilang apa???!!! Bukankah sudah sering terjadi dalam banyak kasus besar di negeri Pancasila ini bahwa fakta politik dapat mengaburkan fakta hukum???!!!

Ya, negeri kita memang sedang gemar-gemarnya memutar lagu lama yang berjudul "Politik sebagai panglima..!!!" Kasus yang menimpa Ahok kali ini adalah contoh kecilnya. Contoh besarnya silahkan cari sendiri.

Kembali ke soal karangan bunga buat Ahok. Saya berandai-andai, misalkan saya dua bulan lalu tiba-tiba banting setir jadi pebisnis karangan bunga di DKI, mungkin dalam sekejap saya sudah jadi milioner. Bagaimana tidak..?! Menurut pemberitaan Merdeka.com hingga tanggal 3 Mei saja, jumlah karangan bunga dipersembahkan buat Ahok sudah mencapai 5.275. Fantastis bukan...!??? Sampai hari ini pun masih banyak yang memesan karangan bunga buat Ahok.

Diam-diam pencet di kalkulator Anda: jika satu karangan bunga itu seharga 1.000.000, lantas kalikan dengan jumlah karangan bunga yang sudah diboyong ke Balikota, ke Mako Brimob hingga ke Cipinang....!!! Wow..!!???

Dari cara persembahan karangan bunga ini, sesungguhnya makin menampakkan figur dan latar belakang basis massa riil pendukung Ahok dalam Pilkada lalu. Mereka rata-rata dari kalangan kelas menengah dan elit perkotaan. Sekelompok warga yang merasa dimanjakan selama Ahok berkuasa, lantaran tidak pernah merasakan penderitaan sebagai korban gusuran. Sebaliknya, program penataan ruang dengan cara gusur menggusur yang dilakukan Ahok justeru kian memuaskan kelompok elit perkotaan ini.

Itulah mengapa mereka merasa sangat kehilangan Ahok. Tidak akan ada lagi penggusuran...!! Itu artinya Jakarta akan kembali kumuh oleh orang-orang kecil, pedagang kakilima, pendatang gelap, pengemis, pelacur murahan, yang mengganggu kenyamanan kelompok elit ini saat mereka berkendara di jalan-jalan kota Jakarta.

Lagi pula, kalau bukan dari kalangan berduit, siapa yang sanggup merogoh kocek buat sekedar membeli serangkai karangan bunga???

Persembahan karangan bunga ini dengan demikian adalah cara kelompok menengah elit perkotaan menebus rasa cengeng mereka setelah calon yang mereka jagokan kalah dalam Pilkada...!!!

Andaikata karangan bunga yang dipersembahkan kepada korban Tragedi Mei 1998 sebanyak karangan bunga yang dipersembahkan bagi kekalahan seorang Ahok, barangkali pemerintah bakal berpikir keras untuk menuntaskan kasus Tragedi Mei 1998 yang masih menggantung hingga saat ini...

Karangan Bunga Harga Rp. 3.400.000 @ Raja Bunga


Jembrana Bali, 10 Mei 2017


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ke Labuan Bajo

       Entah darimana isteriku dapat wangsit. T iba-tiba dia membuat rencana hendak   bepergian jauh: ke Labuan Bajo. Niatnya ini dia utarakan padaku, kira-kira tiga bulan sebelum keberangkatan kami.; “Kita akan ke Labuan Bajo   di musim liburan anak-anak nanti.” Tekadnya untuk pergi kian bulat, sebulat telur penyu. Dia rajin melihat review-review di kanal youtube dan medsos lainnya untuk mendapatkan kiat-kiat menempuh perjalanan jauh itu. Aku sendiri tidak pernah terpikir akan jalan-jalan ke sana. Jangankan ke Labuan Bajo, ke pulau tetangga (Sumbawa) saja saya belum pernah injakkan kaki. Sejauh ini, pemandangan di wilayah bagian timur Indonesia hanya saya saksikan secara intens dari menonton film-film Ekspedisi Indonesia Biru garapan dua jurnalis, Bung Dandhy Dwi Laksono dan Suparta Arz alias Ucok.  Keduanya melakukan perjalanan keliling Nusantara di tahun 2015 silam, cumak bermodal honda bebek, tapi dengan hasil gambar-gambar video yang kemudia...

Fasholatan Kiai Asnawi Kudus

SETELAH hampir setahun, baru kali ini saya punya kesempatan membuka-buka dan membaca sebuah kitab mungil, Kitab Fasholatan , karya Kiai Asnawi Bandan Kudus. Kitab ini dihadiahi Ibu Nyai Sohib Bisri saat kami berziarah ke kediaman beliau di Pesantren Denanyar Jombang dalam bulan Agustus 2016 silam. Kebetulan isteri saya pernah mondok di asrama di bawah asuhan Nyai Sohib. Kedatangan kami ke Denanyar itu jadi semacam acara sowan murid kepada guru.  Bukan main hadiah yang diberikan sang guru kepada bekas muridnya, sebuah kitab berisi tuntunan sholat, dengan harapan agar si murid jangan sampai lalai terhadap kewajiban agama yang maha penting itu. Isteri saya bersama gurunya, Nyai Sohib Bisri (tengah) di Denanyar Djombang Barangkali sang guru tahu belaka kebiasaan para santri mereka setelah jauh dari pesantren, dan hidup bermasyarakat. Sebagian dari mereka telah banyak yang melupakan kebiasaan-kebiasaan saat mondok dulu, hanyut dalam kehidupan yang serba mementingka...

Kuliner Yogya yang Bukan Khas

Bicara soal kuliner khas di Yogya, orang pasti ingat Gudeg. Ya, itu makanan khasnya. Tapi masih banyak lagi makanan di Yogya yang bukan khas. Saya mau cerita soal pengalaman saya menikmati masakan khas yang tidak populer ini. Ada beberapa warung makan yang sempat saya singgahi, dan beberapa menu favorit saya di masing-masing warung makan itu. Saya mau ceritakan yang berkesan saja. Pepes Kembung di Laris Di jalan Wahid Hasyim Nologaten, ada warung terkenal di wilayah itu. Namanya warun g Laris. Warung ini berdiri kira-kira sejak tahun 2001. Pertama berdiri lokasinya di dekat warung Selaras Ayam Bakar. Tapi kemudian pindah empat ratus meter ke selatan. Tepat sekali nama yang diberikan pemiliknya terhadap warung ini. Warung ini benar-benar laris. Banyak anak kos berkunjung ke sana. Apalagi di tempatnya yang sekarang. Wah, kalau sudah jam rehat kuliah, antara jam 11 sampai jam 2 siang, warung ini padat pengunjung. Para mahasiswa dari AMPTA (Akademi Pariwisata) banyak pada ke sana. Mereka m...