Sedari kecil, aku tak pernah merayakan ulang tahun kelahiranku. Orang tuaku juga tidak pernah merayakannya untukku.
Waktu kecil dulu, sebagian kecil teman-teman sekolahku dari keluarga orang-orang berada, merayakan ulang tahun kelahiran mereka. Tapi aku sendiri tak merayakannya.
Kebiasaan merayakan ulang tahun kelahiran sendiri, mulai makin kukenal sejak aku duduk di bangku kuliah.
Sebagian teman-teman kuliahku merayakan hari kelahiran mereka. Macam-macamlah bentuk perayaan itu. Ada yang mengajak makan di kantin kampus. Ada yang membuat acara kecil-kecilan dengan kue tart di rumah kos. Ada pula yang dengan sengaja pergi ke tempat-tempat wisata.
Ritual yang paling sering dilakukan saat merayakan ulang tahun teman-teman kuliahku adalah ketika si Pulan yang berulang tahun dikerjain dengan diguyur air seember, dilempari telor mentah di kepalanya, dan ditaburi tepung di sekujur badan.
Menurutku ini pekerjaan sia-sia. Meski tujuannya hanya untuk saling mempererat tali persahabatan dan perkawanan. Ada pepatah Arab bilang "Laisal adab liman ahabbah", "Tak butuh tatakrama bagi seorang sahabat yang kita cintai". Mungkin dasar dari kebiasaan saling mengerjain antara sesama teman terutama pada perayaan ulang tahun mereka, berdasar pada bunyi pepatah ini.
Aku kerap diajak dalam acara-acara perayaan ulang tahun kelahiran teman-temanku. Tetapi aku sendiri tidak pernah merayakannya. Aku menganggap bahwa perayaan hari lahir untuk diri sendiri tak penting. Aku memang tak pernah merayakannya secara khusus.
Setelah aku menikah dan punya anak, terpikir olehku untuk memberi makna khusus pada tanggal-tanggal tertentu: seperti hari lahir, hari pernikahan dan hari kelahiran putriku, Sayasi.
Karena di kampung tempat aku tinggal, ada kebiasaan anak-anak merayakan ulang tahun, kami coba-cobalah ikut-ikutan merayakan ulang tahun buat putriku. Mengundang teman-teman kecilnya yang datang dengan kado, meniup balon, memajang kue tart dan lilin.
Tetapi itu hanya pernah terjadi sekali, di usia satu tahun putriku. Setelah itu aku tak pernah merayakannya dengan kue tart, lilin dan balon.
Aku merayakannya sendiri, dengan caraku sendiri, yakni dengan menanam tumbuhan pohon untuk menandai hari-hari khusus bagi kami itu.
Kukatakan pada isteriku bahwa cara perayaan semacam ini jauh lebih berguna.
Di hari ulang tahunku ke 36 ini, aku juga sudah mempersiapkan tanaman yang akan kutanam untuk ulang tahunku...!
Waktu kecil dulu, sebagian kecil teman-teman sekolahku dari keluarga orang-orang berada, merayakan ulang tahun kelahiran mereka. Tapi aku sendiri tak merayakannya.
Kebiasaan merayakan ulang tahun kelahiran sendiri, mulai makin kukenal sejak aku duduk di bangku kuliah.
Sebagian teman-teman kuliahku merayakan hari kelahiran mereka. Macam-macamlah bentuk perayaan itu. Ada yang mengajak makan di kantin kampus. Ada yang membuat acara kecil-kecilan dengan kue tart di rumah kos. Ada pula yang dengan sengaja pergi ke tempat-tempat wisata.
Ritual yang paling sering dilakukan saat merayakan ulang tahun teman-teman kuliahku adalah ketika si Pulan yang berulang tahun dikerjain dengan diguyur air seember, dilempari telor mentah di kepalanya, dan ditaburi tepung di sekujur badan.
Menurutku ini pekerjaan sia-sia. Meski tujuannya hanya untuk saling mempererat tali persahabatan dan perkawanan. Ada pepatah Arab bilang "Laisal adab liman ahabbah", "Tak butuh tatakrama bagi seorang sahabat yang kita cintai". Mungkin dasar dari kebiasaan saling mengerjain antara sesama teman terutama pada perayaan ulang tahun mereka, berdasar pada bunyi pepatah ini.
Aku kerap diajak dalam acara-acara perayaan ulang tahun kelahiran teman-temanku. Tetapi aku sendiri tidak pernah merayakannya. Aku menganggap bahwa perayaan hari lahir untuk diri sendiri tak penting. Aku memang tak pernah merayakannya secara khusus.
Setelah aku menikah dan punya anak, terpikir olehku untuk memberi makna khusus pada tanggal-tanggal tertentu: seperti hari lahir, hari pernikahan dan hari kelahiran putriku, Sayasi.
Karena di kampung tempat aku tinggal, ada kebiasaan anak-anak merayakan ulang tahun, kami coba-cobalah ikut-ikutan merayakan ulang tahun buat putriku. Mengundang teman-teman kecilnya yang datang dengan kado, meniup balon, memajang kue tart dan lilin.
![]() |
Sayasi menanam pohon Matoa di halaman rumah pada Ulang Tahun ke 4, 28 April 2016 / foto: Ayah |
Tetapi itu hanya pernah terjadi sekali, di usia satu tahun putriku. Setelah itu aku tak pernah merayakannya dengan kue tart, lilin dan balon.
Aku merayakannya sendiri, dengan caraku sendiri, yakni dengan menanam tumbuhan pohon untuk menandai hari-hari khusus bagi kami itu.
Kukatakan pada isteriku bahwa cara perayaan semacam ini jauh lebih berguna.
Di hari ulang tahunku ke 36 ini, aku juga sudah mempersiapkan tanaman yang akan kutanam untuk ulang tahunku...!
Komentar