Langsung ke konten utama

Kajen

Kalau saja saya tidak jadi ikut ngantar manten ke Pati hari Jumat kemarin, mungkin saya tidak akan pernah punya kesempatan berkunjung ke Desa Kajen. Sangat beruntunglah saya jadi ikut ke Pati.

Tujuan mula kami adalah menghanter kedua mempelai Aqib dan Rizka ke Desa Asempapan Trankil tempat diselenggarakannya walimatul ursy.

Rombongan kami yang sejumlah lebih dari 25 orang dewasa ditambah beberapa orang kanak kanak itu tiba agak molor jam 1 malam waktu Jateng.

Jadilah sambutan manten berlangsung syahdu tengah malam diramaikan oleh pukulan rebana dan bacaan sholawat nabi di saat warga dusun tengah tidur lelap. :)

Kami hanya sempat istirahat 2 jam setelah perjalanan jauh Bali-Pati yang memakan waktu 17 jam dengan mobil travel. Paginya, kami harus berdandan untuk mengikuti acara walimah.

Rasa capek di badan terobati oleh nikmatnya santapan sarapan pagi yang disuguhkan sohibul baet keluarga Aqib.

Menunya sederhana, antaralain; oseng rebung rempeyek udang, tempe tepung goreng. Nyammmnn.... saya, istriku dan putriku Yasi, sangat menikmati sarapan pagi ini.

Setelah sarapan pagi yang nikmat itu, jam 9 acara walimah berlangsung. Model walimahnya masih model jaman dulu; tetamu laki dan perempuan berbondong hadir, duduk bersama menghadapi pelaminan, barulah acara dimulai. Ada bacaan qiro'ahnya (maklum desa santri). Ada sambutan dari keluarga mempelai perempuan. Rehat sejenak, makanan kecil berupa pentol bakso yang ternyata adalah pempek Palembang segera keluar.

Dilanjutkan ceramah nasihat pernikahan, bersamaan dengan makan nasi rawon. Jadi, denger ceramah sambil maemm. Setelah acara rampung, para tetamu pulang bersamaan.

Di desaku dulu semasa ku kecil, seperti itulah gambaran prosesi resepsi pernikahan, sebelum berganti model jaman sekarang yang diistilahkan dengan model "makan jalan" alias prasmanan. Tetamu datang mengambil makanan sendiri lantas mengambil tempat duduk. Usai makan kasi salam selamat ke pengantin lantas cabut..

Usai acara walimah, siang itu jua kami sempatkan ziarah ke Kajen. Di sana ada makam Mbah Sahal Mahfud, kiyai NU yang terkenal sebagai ahli fiqih dan ushul fiqih itu.

Dari Desa Asempapan hanya berjarak kira-kira 7 kilo ke utara untuk sampai di Desa Kajen. Dari tugu jam setinggi lima meter, lalu ambil jalan ke kiri dan sampailah kami di gerbang Desa Kajen.

Desa ini adalah desa santri banget. Desa kaum pelajar banget. Nama "Kajen" kemungkinan berasal  dari kata "Kajian" yang artinya "telaah" atau "belajar". Nuansa "belajar" di Desa Kajen sungguh terasa ketika saya memasuki gerbang desa ini.

Kunjungan saya ke makam mbah Sahal kebetulan bertepatan saat anak-anak pulang sekolah. Tak ada suara kebisingan kendaraan di tempat itu. Yang terdengar hanya derap langkah kaki ribuan pelajar yang menciptakan irama bunyi serempak yang ganjil dan unik. Sangat menghibur di telinga.

Makam mbah Sahal terletak satu komplek dengan makam sosok yang sangat terkenal: Mbah Mutamakkin. Siang itu tampak beberapa peziarah dari sekitar tempat itu yang tengah mendaras Quran.

Tak jauh dari makam mbah Mutamakkin terdapat makam Mbah Renggo Kusumo. Kesitulah kami ziarah sehabis dari makam Mbah Mutamakkin.

Keberadaan makam-makam yang dikuduskan ini betul-betul memiliki posisi penting yang menjadi cermin dari watak kultural masyarakatnya.

Dunia dan pandangan hidup mereka tak akan pernah lepas dari mengikutsertakan peran spiritual makam-makam tersebut. Sebuah tradisi yang terbentuk oleh sikap pasrah yang besar di setiap kali berhadapan dengan kerasnya cobaan hidup yang tengah dihadapi..

Tradisi ini juga terbentuk oleh penghargaan yang tinggi yang diberikan masyarakat terhadap jasa dan sejarah masalalu seorang tokoh yang dianggap berjasa semasa hidup mereka.

Kiranya, tidaklah berlebihan jika setelah kepergian mereka dari dunia ini, tokoh-tokoh itu tetap dianggap dan diharapkan aliran berkahnya.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ke Labuan Bajo

       Entah darimana isteriku dapat wangsit. T iba-tiba dia membuat rencana hendak   bepergian jauh: ke Labuan Bajo. Niatnya ini dia utarakan padaku, kira-kira tiga bulan sebelum keberangkatan kami.; “Kita akan ke Labuan Bajo   di musim liburan anak-anak nanti.” Tekadnya untuk pergi kian bulat, sebulat telur penyu. Dia rajin melihat review-review di kanal youtube dan medsos lainnya untuk mendapatkan kiat-kiat menempuh perjalanan jauh itu. Aku sendiri tidak pernah terpikir akan jalan-jalan ke sana. Jangankan ke Labuan Bajo, ke pulau tetangga (Sumbawa) saja saya belum pernah injakkan kaki. Sejauh ini, pemandangan di wilayah bagian timur Indonesia hanya saya saksikan secara intens dari menonton film-film Ekspedisi Indonesia Biru garapan dua jurnalis, Bung Dandhy Dwi Laksono dan Suparta Arz alias Ucok.  Keduanya melakukan perjalanan keliling Nusantara di tahun 2015 silam, cumak bermodal honda bebek, tapi dengan hasil gambar-gambar video yang kemudia...

Fasholatan Kiai Asnawi Kudus

SETELAH hampir setahun, baru kali ini saya punya kesempatan membuka-buka dan membaca sebuah kitab mungil, Kitab Fasholatan , karya Kiai Asnawi Bandan Kudus. Kitab ini dihadiahi Ibu Nyai Sohib Bisri saat kami berziarah ke kediaman beliau di Pesantren Denanyar Jombang dalam bulan Agustus 2016 silam. Kebetulan isteri saya pernah mondok di asrama di bawah asuhan Nyai Sohib. Kedatangan kami ke Denanyar itu jadi semacam acara sowan murid kepada guru.  Bukan main hadiah yang diberikan sang guru kepada bekas muridnya, sebuah kitab berisi tuntunan sholat, dengan harapan agar si murid jangan sampai lalai terhadap kewajiban agama yang maha penting itu. Isteri saya bersama gurunya, Nyai Sohib Bisri (tengah) di Denanyar Djombang Barangkali sang guru tahu belaka kebiasaan para santri mereka setelah jauh dari pesantren, dan hidup bermasyarakat. Sebagian dari mereka telah banyak yang melupakan kebiasaan-kebiasaan saat mondok dulu, hanyut dalam kehidupan yang serba mementingka...

Larantuka

Ada dua jalur yang akan ditempuh untuk sampai ke Ende. Pertama, dengan kapal laut yang bertolak dari Surabaya. Kedua, dengan kapal laut yang sama yang bertolak dari Lombok. Keduanya sama-sama pilihan yang ambigu.  Setelah berdiskusi, akhirnya kami ambil opsi kedua; bertolak dari Gilimas Lombok. Itu artinya, kami harus menyeberang ke Lombok dulu dari Padangbay menuju Lembar. Perjalanan dari rumah kami di Jembrana Bali, dimulai pada jam 2 siang, tanggal 10 Juni 2025, hari Selasa, bertepatan tanggal 14 Dzulhijjah 1446 tahun hijriyah.  Kendaraan masih Toyota Rush Konde legendaris yang sudah hampir dua belas tahun menemani perjalanan kami. Segala sesuatu persiapan terkait kendaraan ini sudah Aku cukupi. Mulai dari servis berkala, penggantian oli mesin, ganti bearings (klaher) di bagian roda depan kiri, perbaikan seal rem yang rusak, hingga penggantian empat buah ban roda. Kali ini Aku coba pakai GT Savero untuk mengganti merk ban asli Dunlop.  Harga GT Savero lebih murah 450.0...