Langsung ke konten utama

Minyak oh Minyak

Sepekan sebelum isu harga bahan bakar minyak (BBM) akan dinaikkan pemerintah, stasiun pom bensin dan solar di sekitaran kota ini, Kota Negare Bali, lebih sering tutup dengan alasan persediaan premium dan solar habis.

Sangat boleh jadi ini hanya strategi dagang yang berpegang pada prinsip 'mengambil sebanyak-banyaknya kesempatan dalam kesempitan'. Huhh!

Berdasar rencana (dan ini hanya isu belaka. Bahasa kerennya "sebatas wacana"), pemerintah akan menaikkan harga BBM pada awal Mei ini dengan skenario sebagai berikut: kenaikan harga ditetapkan dari 4500 per liter menjadi 6500, dikhususkan bagi kendaraan privat roda empat. Sementara bagi sepeda motor dan angkutan publik harga ditetapkan di level 4500 ato tidak dinaikkan.

Skenario ini keliatan masuk akal, adil, dan menguntungkan kedua pihak (negara dan rakyat). Menguntungkan bagi negara secara politik dan sosial sebab dengan langkah ini gejolak masif (negatif) yang biasa timbul sebagai ekses kenaikan BBM tentu tak akan berimbas banyak bagi masyarakat kebanyakan. Kelesuan ekonomi tak akan terjadi, sebab daya beli masyarakat akan terjaga.

Dengan lain kata, sasaran kenaikan harga BBM kali ini hanya dikhususkan bagi kalangan kelas menengah ke atas, yang lebih imun terhadap dampak kenaikan BBM ketimbang rakyat kelas bawah.

Semoga saja skenario ini tidak mengada ada, tepat guna dan tepat sasaran.

Tapi, dapatkah pemerintah menjamin bahwa disparitas harga bagi konsumen ini tak akan berdampak bagi munculnya kecurangan-kecurangan di kemudian hari??

Saya sendiri membayangkan harga BBM dinaikkan sekaligus serentak menjadi 25.000 per liter, dengan harapan tak akan ada lagi orang yang berboros boros sembarangan naik kendaraan.

Wong sekarang ini, tetangga saya mau keluar warung yang jaraknya cuma selemparan batu dari rumahnya saja sedikit sedikit naik motor. Malas jalan kaki.!!

Untuk keseharian, menempuh jarak dekat sebaiknya kita beralih ke kendaraan non BBM macam speda gayung atau on foot saja.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ke Labuan Bajo

       Entah darimana isteriku dapat wangsit. T iba-tiba dia membuat rencana hendak   bepergian jauh: ke Labuan Bajo. Niatnya ini dia utarakan padaku, kira-kira tiga bulan sebelum keberangkatan kami.; “Kita akan ke Labuan Bajo   di musim liburan anak-anak nanti.” Tekadnya untuk pergi kian bulat, sebulat telur penyu. Dia rajin melihat review-review di kanal youtube dan medsos lainnya untuk mendapatkan kiat-kiat menempuh perjalanan jauh itu. Aku sendiri tidak pernah terpikir akan jalan-jalan ke sana. Jangankan ke Labuan Bajo, ke pulau tetangga (Sumbawa) saja saya belum pernah injakkan kaki. Sejauh ini, pemandangan di wilayah bagian timur Indonesia hanya saya saksikan secara intens dari menonton film-film Ekspedisi Indonesia Biru garapan dua jurnalis, Bung Dandhy Dwi Laksono dan Suparta Arz alias Ucok.  Keduanya melakukan perjalanan keliling Nusantara di tahun 2015 silam, cumak bermodal honda bebek, tapi dengan hasil gambar-gambar video yang kemudia...

Fasholatan Kiai Asnawi Kudus

SETELAH hampir setahun, baru kali ini saya punya kesempatan membuka-buka dan membaca sebuah kitab mungil, Kitab Fasholatan , karya Kiai Asnawi Bandan Kudus. Kitab ini dihadiahi Ibu Nyai Sohib Bisri saat kami berziarah ke kediaman beliau di Pesantren Denanyar Jombang dalam bulan Agustus 2016 silam. Kebetulan isteri saya pernah mondok di asrama di bawah asuhan Nyai Sohib. Kedatangan kami ke Denanyar itu jadi semacam acara sowan murid kepada guru.  Bukan main hadiah yang diberikan sang guru kepada bekas muridnya, sebuah kitab berisi tuntunan sholat, dengan harapan agar si murid jangan sampai lalai terhadap kewajiban agama yang maha penting itu. Isteri saya bersama gurunya, Nyai Sohib Bisri (tengah) di Denanyar Djombang Barangkali sang guru tahu belaka kebiasaan para santri mereka setelah jauh dari pesantren, dan hidup bermasyarakat. Sebagian dari mereka telah banyak yang melupakan kebiasaan-kebiasaan saat mondok dulu, hanyut dalam kehidupan yang serba mementingka...

Saya Dibantah

Ketika membahas tentang mitologi pada sebuah kuliah di bulan Mei lalu, saya menjelaskan beberapa contoh dari cerita rakyat dan juga kitab suci. Dalam kitab suci, saya menyebut surat al-fiil , kemudian kisah tentang Adam dan Hawa sebagai contoh. Saya katakan kepada mahasiswa bahwa kedua ayat itu (dan masih banyak yang lain) merupakan contoh mitologi. Mitos saya definisikan sebagai "cara masyarakat membahasakan dan menamai realitas yang dihadapinya." Sebetulnya, definisi ini saya pinjam dari Roland Barthes. Ia mendefinisikan mitos sebagai " a type of speech ," cara bicara. Kita tahu, surat al-fiil itu bicara tentang serombongan tentara berkendara gajah dari Yaman dipimpin oleh seorang raja bernama Abrahah, yang hendak menyerang tanah haram, Mekah. Akan tetapi, rencana besar raja Abrahah ini menemui kegagalan. Di tengah perjalanan menuju Mekah, serombongan burung mengepung dan melempari tentara bergajah itu dengan batu dari neraka. Lumatlah mereka. Diceritakan dalam ...