Untuk Hugo Chavez
Hugo Chavez meninggal! Itulah yang saya baca di laman situs BBC sambil berbaring di kamar tidur. Dan saya kaget! Pemimpin yang populer itu meninggal?
Beberapa hari terakhir saya membaca berita mengenai kembalinya Chavez dari Cuba, negara sekutu dekat Venezuela, setelah menjalani perawatan penyakit kankernya. Terakhir saya melihat foto Chavez berbaring dan tersenyum ditemani dua orang putrinya. Itu foto yang beredar di beberapa situs berita yang menggambarkan kondisi perawatan Chavez.
Saya sudah lupa kapan pertama kali mengenal orang beken ini. Kalaulah tidak salah, kira-kira di tahun 2002, ketika saya menulis sebuah artikel berjudul "Dilema AS" yang dimuat koran Duta Masyarakat. Pada artikel itu, saya memasukkan nama Hugo Chavez. Selebihnya, saya sering membaca beberapa sikap kontroversialnya terkait kebijakan luar negeri Amerika, baik menyangkut invasi ke Irak dan hal lainnya.
Ia menyebut nama George Walker Bush, pemimpin AS yang gemar perang itu sebagai "Donkey" atau Keledai. Bersama Presiden Iran, Mahmoud Ahmadinejad, Chavez mendukung kemerdekaan Palestina.
Sebuah artikel yang saya lupa ditulis oleh siapa, dan saya baca beberapa hari lalu setelah Chavez meninggal, menyebutkan bahwa Chavez terlambat mengadopsi jalan Sosialisme. Beberapa program populisnya macet dan tidak jalan sesuai rencana. Tetapi, jika demikian halnya, lantas mengapa ia terpilih untuk ketiga kalinya dalam pemilu presiden 2012 lalu? Tidak berjalankah program land reform yang dicanangkan Chavez?
Saya tak peduli apakah program sosialisme Chavez gagal atau tidak. Yang saya kagum dari orang macam Chavez adalah bahwa dia adalah salah satu pemimpin yang membiarkan kepalanya tetap tegak di hadapan hegemoni dan dominasi AS yang kelewat batas.
Ia membawa inspirasi bagi kebangkitan sosialisme di negara-negara Amerika Latin. Kemenangan Evo Morales di Bolivia, Luis Inacio Lula da Silva di Brazil, Danil Ortega di Nicaragua, Rafael Correa Delgado di Ekuador adalah beberapa catatan bukti kebangkitan blok yang menjadi penyeimbang bagi dominasi Amerika.
Chavez membangkitkan poros anti-Amerika dengan menggalang kekuatan bersama negara-negara anti-AS.
Itu saja yang saya kagumi dari Chavez. Kehadirannya di muka bumi ini memberi arti penting bagi perlunya keseimbangan dalam tatanan dunia, agar jangan ada negara yang terlalu pongah dan jumawa. Hukum alam memang berlaku, dimana ada satu negara yang hendak memegang dominasi secara berlebih, di situ akan segera muncul musuh-musuh (penyeimbang) baginya.
Chavez telah pergi, sebelum ia sempat diambil sumpahnya untuk memegang amanat sebagai presiden Republik Bolivar Venezuela untuk kali ketiga. Tetapi, meminjam kata-kata Ahmadinejad dalam lawatannya, "Chavez akan tetap hidup dalam kenangan rakyat yang mencintainya! Ia akan bangkit bersama Imam Mahdi dan Yesus".
Dan, ahhhh!, Barangkali ini adalah bukti globalisasi yang nyata. Bagaimana mungkin saya bisa turut mencintai dan mengagumi pemimpin yang tidak memerintah di negara dimana saya dilahirkan (Indonesia)???
Hugo Chavez meninggal! Itulah yang saya baca di laman situs BBC sambil berbaring di kamar tidur. Dan saya kaget! Pemimpin yang populer itu meninggal?
Beberapa hari terakhir saya membaca berita mengenai kembalinya Chavez dari Cuba, negara sekutu dekat Venezuela, setelah menjalani perawatan penyakit kankernya. Terakhir saya melihat foto Chavez berbaring dan tersenyum ditemani dua orang putrinya. Itu foto yang beredar di beberapa situs berita yang menggambarkan kondisi perawatan Chavez.
Saya sudah lupa kapan pertama kali mengenal orang beken ini. Kalaulah tidak salah, kira-kira di tahun 2002, ketika saya menulis sebuah artikel berjudul "Dilema AS" yang dimuat koran Duta Masyarakat. Pada artikel itu, saya memasukkan nama Hugo Chavez. Selebihnya, saya sering membaca beberapa sikap kontroversialnya terkait kebijakan luar negeri Amerika, baik menyangkut invasi ke Irak dan hal lainnya.
Ia menyebut nama George Walker Bush, pemimpin AS yang gemar perang itu sebagai "Donkey" atau Keledai. Bersama Presiden Iran, Mahmoud Ahmadinejad, Chavez mendukung kemerdekaan Palestina.
Sebuah artikel yang saya lupa ditulis oleh siapa, dan saya baca beberapa hari lalu setelah Chavez meninggal, menyebutkan bahwa Chavez terlambat mengadopsi jalan Sosialisme. Beberapa program populisnya macet dan tidak jalan sesuai rencana. Tetapi, jika demikian halnya, lantas mengapa ia terpilih untuk ketiga kalinya dalam pemilu presiden 2012 lalu? Tidak berjalankah program land reform yang dicanangkan Chavez?
Saya tak peduli apakah program sosialisme Chavez gagal atau tidak. Yang saya kagum dari orang macam Chavez adalah bahwa dia adalah salah satu pemimpin yang membiarkan kepalanya tetap tegak di hadapan hegemoni dan dominasi AS yang kelewat batas.
Ia membawa inspirasi bagi kebangkitan sosialisme di negara-negara Amerika Latin. Kemenangan Evo Morales di Bolivia, Luis Inacio Lula da Silva di Brazil, Danil Ortega di Nicaragua, Rafael Correa Delgado di Ekuador adalah beberapa catatan bukti kebangkitan blok yang menjadi penyeimbang bagi dominasi Amerika.
Chavez membangkitkan poros anti-Amerika dengan menggalang kekuatan bersama negara-negara anti-AS.
Itu saja yang saya kagumi dari Chavez. Kehadirannya di muka bumi ini memberi arti penting bagi perlunya keseimbangan dalam tatanan dunia, agar jangan ada negara yang terlalu pongah dan jumawa. Hukum alam memang berlaku, dimana ada satu negara yang hendak memegang dominasi secara berlebih, di situ akan segera muncul musuh-musuh (penyeimbang) baginya.
Chavez telah pergi, sebelum ia sempat diambil sumpahnya untuk memegang amanat sebagai presiden Republik Bolivar Venezuela untuk kali ketiga. Tetapi, meminjam kata-kata Ahmadinejad dalam lawatannya, "Chavez akan tetap hidup dalam kenangan rakyat yang mencintainya! Ia akan bangkit bersama Imam Mahdi dan Yesus".
Dan, ahhhh!, Barangkali ini adalah bukti globalisasi yang nyata. Bagaimana mungkin saya bisa turut mencintai dan mengagumi pemimpin yang tidak memerintah di negara dimana saya dilahirkan (Indonesia)???
Komentar