Belum pernah saya menonton rapat dengar pendapat DPR hingga begitu lama, kecuali tadi malam (Kamis 5/11/09) saat Polri menggelarnya dengan Komisi III, terkait kredibilitas Polri selaku institusi yang dalam jangka dekat ini tercoreng akibat ulah keterlibatan salah satu oknumnya dalam sebuah konspirasi besar (seperti disangkakan) untuk melemahkan institusi Komisi Pemberantas Korupsi.
Saya memelototi layar kaca hingga lewat jam 12 malam. Ini adalah isu besar, masalah yang paling ramai menyita perhatian. Tiga institusi penegak hukum (Kepolisian, Kejaksaan dan KPK) sama-sama saling menyerang terutama antara KPK dan Kepolisian.
Pertunjukan tadi malam kalau boleh dikatakan, merupakan serangan balik Polri terhadap KPK yang sebelumnya pada Selasa (3/11/09) lalu, KPK membeberkan isi rekaman percakapan konspirasi jahat itu di Mahkamah Konstitusi.
Rekaman itu sendiri berisi percakapan antara Anggodo Widjojo, adik kandung buron Anggoro Widjojo, bersama beberapa orang (penegak hukum) dalam usaha pelemahan terhadap KPK. Nama Kabareskrim Susno Duadji, beberapa kali disebut "Susno" dalam rekaman tersebut. Selain itu ada nama Wakil Jaksa Agung Abdul Hakim Ritonga dan sejumlah nama penegak hukum lainnya.
Semalam, pihak Polri lewat Kapolri Bambang Hendarso Danuri, tampil dengan kekuatan psikologis penuh, dengan senyum dan kerendahan hati, seolah selama ini mereka tengah dijadikan korban opini publik yang menggelinding secara liar. Sikap Pe De Polri ditambah lagi oleh support dari Komisi III yang seperti membela Polri dengan misalkan menyatakan meminta agar wibawa Polri dipulihkan.
Belum lagi pernyataan pembelaan Polri yang selalu diawali dengan kata-kata sumpah dan seolah-olah pernyataan itu datang dari nurani terdalam. "Ini dari batin kami, dunia akherat (penahanan pimpinan KPK, Bibit-Candra) bukan rekayasa. Sudah ada bukti, bisa dipertanggungjawabkan," kata Kapolri Bambang Hendarso Da"Norak", eh sorri, Hendarso Dan... hehehe..
Belum lagi pernyataan "pledoi" Yang Bersangkutan, Kabar(es)krim Susno Duadji, yang menyatakan di bawah sumpah, bahwa dirinya tidak pernah menerima suap. Usai berkata-kata dengan penuh simpatik, Susno menitikkan air mata (buaya). Ini saya pinjem dari kata-kata para facebookers lho !!!
Lain di Komisi III, lain pula tanggapan facebookers. Saya sempat pantau salah satu Group terpopuler di facebook: "Gerakan 1.000.000 Dukung Chandra Hamzah & Bibit Samad Rianto"
Menarik liat komen-komen mereka yang sinis, ada pula yang disampaikan penuh nada satire. Saya kutip beberapa komen para pegiat dunia maya itu:
"Ah, polri cuman maen sandiwara ama Komisi III.. Sama-sama mafianya,"
"Polri cuma cari simpati, pake sumpah bawa-bawa nama Tuhan segala. Orang jahat mah udah biasa pake sumpah-sumpahan,"
"Sesaat setelah menyampaikan pembelaan dirinya, pake sumpah segala, Susno Duadji menitikkan air mata buaya,"
Masih banyak lagi komen serupa. Ini adalah ekspresi kekecewaan masyarakat terhadap Polri. Selama ini Polri telah merasa begitu berjasa di republik ini, dengan keberhasilan mereka menjalankan misi besar negara "Pemberantasan Terorisme" dengan Densus 88-nya.
Ya, Polri memang berjasa dalam banyak hal, berantas terorisme, berantas sindikat narkoba dan lainnya. Tetapi dari banyak sisi, Polri telah gagal menjaga martabatnya, dengan keberadaan mereka yang menjadi bagian dari mafia peradilan, mafia jalanan.
Orang kecil seperti kamilah yang lebih tahu seperti apa martabat Polri sesungguhnya. Karena itu, pembelaan, ungkapan simpatik Polri, dan glorifikasi diri Polri sebagai korban opini publik yang disampaikan malam tadi di hadapan Komisi III, dipandang sinis oleh masyarakat. Aha,, untuk melihat lebih jauh soal pandangan sinis itu, klik saja situs jejaring sosial. Lihat komen-komen mereka..
Semalam, Kapolri meminta agar istilah Cicak-Buaya tidak digunakan lagi. "Kami juga cicak-cicak yang dimangsa," kata Kapolri. Polri ingin jadi cicak, dan malu jadi buaya. Maklumlah, kerna reptil yang satu itu memang punya konotasi negatif.. Tapi brand image sudah kadung melekat,, sekali buaya tetep buaya..!!
Saya memelototi layar kaca hingga lewat jam 12 malam. Ini adalah isu besar, masalah yang paling ramai menyita perhatian. Tiga institusi penegak hukum (Kepolisian, Kejaksaan dan KPK) sama-sama saling menyerang terutama antara KPK dan Kepolisian.
Pertunjukan tadi malam kalau boleh dikatakan, merupakan serangan balik Polri terhadap KPK yang sebelumnya pada Selasa (3/11/09) lalu, KPK membeberkan isi rekaman percakapan konspirasi jahat itu di Mahkamah Konstitusi.
Rekaman itu sendiri berisi percakapan antara Anggodo Widjojo, adik kandung buron Anggoro Widjojo, bersama beberapa orang (penegak hukum) dalam usaha pelemahan terhadap KPK. Nama Kabareskrim Susno Duadji, beberapa kali disebut "Susno" dalam rekaman tersebut. Selain itu ada nama Wakil Jaksa Agung Abdul Hakim Ritonga dan sejumlah nama penegak hukum lainnya.
Semalam, pihak Polri lewat Kapolri Bambang Hendarso Danuri, tampil dengan kekuatan psikologis penuh, dengan senyum dan kerendahan hati, seolah selama ini mereka tengah dijadikan korban opini publik yang menggelinding secara liar. Sikap Pe De Polri ditambah lagi oleh support dari Komisi III yang seperti membela Polri dengan misalkan menyatakan meminta agar wibawa Polri dipulihkan.
Belum lagi pernyataan pembelaan Polri yang selalu diawali dengan kata-kata sumpah dan seolah-olah pernyataan itu datang dari nurani terdalam. "Ini dari batin kami, dunia akherat (penahanan pimpinan KPK, Bibit-Candra) bukan rekayasa. Sudah ada bukti, bisa dipertanggungjawabkan," kata Kapolri Bambang Hendarso Da"Norak", eh sorri, Hendarso Dan... hehehe..
Belum lagi pernyataan "pledoi" Yang Bersangkutan, Kabar(es)krim Susno Duadji, yang menyatakan di bawah sumpah, bahwa dirinya tidak pernah menerima suap. Usai berkata-kata dengan penuh simpatik, Susno menitikkan air mata (buaya). Ini saya pinjem dari kata-kata para facebookers lho !!!
Lain di Komisi III, lain pula tanggapan facebookers. Saya sempat pantau salah satu Group terpopuler di facebook: "Gerakan 1.000.000 Dukung Chandra Hamzah & Bibit Samad Rianto"
Menarik liat komen-komen mereka yang sinis, ada pula yang disampaikan penuh nada satire. Saya kutip beberapa komen para pegiat dunia maya itu:
"Ah, polri cuman maen sandiwara ama Komisi III.. Sama-sama mafianya,"
"Polri cuma cari simpati, pake sumpah bawa-bawa nama Tuhan segala. Orang jahat mah udah biasa pake sumpah-sumpahan,"
"Sesaat setelah menyampaikan pembelaan dirinya, pake sumpah segala, Susno Duadji menitikkan air mata buaya,"
Masih banyak lagi komen serupa. Ini adalah ekspresi kekecewaan masyarakat terhadap Polri. Selama ini Polri telah merasa begitu berjasa di republik ini, dengan keberhasilan mereka menjalankan misi besar negara "Pemberantasan Terorisme" dengan Densus 88-nya.
Ya, Polri memang berjasa dalam banyak hal, berantas terorisme, berantas sindikat narkoba dan lainnya. Tetapi dari banyak sisi, Polri telah gagal menjaga martabatnya, dengan keberadaan mereka yang menjadi bagian dari mafia peradilan, mafia jalanan.
Orang kecil seperti kamilah yang lebih tahu seperti apa martabat Polri sesungguhnya. Karena itu, pembelaan, ungkapan simpatik Polri, dan glorifikasi diri Polri sebagai korban opini publik yang disampaikan malam tadi di hadapan Komisi III, dipandang sinis oleh masyarakat. Aha,, untuk melihat lebih jauh soal pandangan sinis itu, klik saja situs jejaring sosial. Lihat komen-komen mereka..
Semalam, Kapolri meminta agar istilah Cicak-Buaya tidak digunakan lagi. "Kami juga cicak-cicak yang dimangsa," kata Kapolri. Polri ingin jadi cicak, dan malu jadi buaya. Maklumlah, kerna reptil yang satu itu memang punya konotasi negatif.. Tapi brand image sudah kadung melekat,, sekali buaya tetep buaya..!!
Komentar