"Catatan ini adalah surat elektronik (email) balasan saya kepada kawan saya, RS, yang saya tulis tanggal 16 Desember. Kebetulan kami tengah bicarakan seputar film."
Untuk RS
Terus terang saya belum sempat menonton film-film terbaru produksi sineas dalam negeri. Termasuk film yang R sebut, arahan sutradara Hanung Bramantyo. Hampir tidak ada waktu. Saya menduga, di rental VCD belum tersedia.
Film Hanung soal geng motor yang mengisahkan hal yang berbeda dari pemandangan kenyataan anak-anak geng motor di Bandung, paling tidak memberikan satu gambaran buat saya tentang sosok sutradaranya sendiri.
Setelah sukses lewat film Ayat-Ayat Cinta dan mendapat pujian dari orang nomor satu di negeri ini (SBY), tampaknya hampir semua film Hanung akan mengarah kepada jenis film yang menceritakan kemungkinan-kemungkinan positif di wilayah yang sebetulnya berbau negatif.
Macam film yang R sebut itu: Tarix Jabrix (terus terang saya belum tahu film ini). Yang namanya komunitas Geng Motor, setahu saya tidak ada yang patuh sama aturan jalan raya. Tetapi, lewat Tarix Jabrix, Hanung mencoba (dalam tanda kutip) "berhayal" tentang kemungkinan adanya komunitas Geng Motor yang peduli dengan aturan jalan raya.
Itulah yang saya sebut "kemungkinan positif di wilayah yang sebetulnya berbau negatif." Dia menceritakan dari sudut pandang optimisme. Saya menduga, film ini syarat nasehat moral, meski dikemas dengan bungkus komedi.
Nasehat moral yang saya maksud, tentu saja nasehat kepada anak-anak muda yang gemar di jalanan, agar patuh kepada aturan hukum jalan raya.
Kalau saja SBY tahu film ini, barangkali dia akan mengajak jajaran menteri un
tuk nonton bareng. Habis itu, two tumb up untuk Hanung dari Pak Presiden. 
Kawan RS
Kira-kira seminggu lalu, saya mencoba menanyakan perihal sebuah film yang sudah sangat ingin saya tonton. Film itu produksi tahun 2007 (kalo tidak salah) disutradarai oleh Ully M Schueppel (bacanya, Uli Em Syupel) judul filmnya BerlinSong, film dengan setting ruang di sekitar kota Berlin, Jerman.
Salah seorang pemain dalam BerlinSong adalah Tommy Simatupang. Dia anak muda yang lahir di Yogyakarta dan lama tinggal di Nederland juga di Jerman.
Tahun lalu, di sebuah acara konser HAM yang digelar Pusdep (USD) di Lembaga Karta Pustaka jalan Taman Siswa, Tommy Simatupang menjadi salah seorang bintang tamu yang menyumbangkan beberapa lagu.
Rupanya, Tommy ahli bermain gitar dan drum. Satu lagu dia yang saya ingat dari sekian banyak lagu yang dia bawakan adalah God of Clay (Dewa Tanah Liat) yang dinyanyikan dalam acara konser tersebut. (Wah ceritanya melebar nih, sorry, ohya, album Tommy judulnya Blame It On Your Monkey).
Nah, setelah saya tahu BerlinSong dibintangi juga oleh si Tommy Simatupang (Siang malam tunggu panggilan), saya jadi ingin menontonnya. Di internet, saya hanya dapat menyaksikan penggalan-penggalan kecil dari film tersebut.
Kira-kira dua minggu lalu, saya mengontak seorang kawan dan menanyakan apakah versi Bajakan dari film BerlinSong sudah ada atau belum. (hehehe...carinya bajakan).
Kawan saya bilang, film itu belum beredar di pasaran bajakan.. Saya terpaksa harus menunggu kapan film itu akan keluar (eh, tentu dalam versi Haram Bajakan).
Kawan RS
Bicara soal lain..
Belum lama ini, Festival Film Indonesia (FFI) digelar di Bandung. Menurut berita yang saya baca, film berjudul Fiksi yang disutradarai oleh sutradara muda, Mouly Surya (Ini salah satu sutradara muda berbakat), diganjar penghargaan sebagai film terbaik dalam ajang tersebut, mengalahkan beberapa film yang diracik oleh sutradara kenamaan, macam Garin Nugroho lewat film Under the Tree, dan satu film lagi saya lupa sutradaranya, berjudul 3Doa 3Cinta (dibintangi Nicolas Saputra dan ehem mantan pacar saya, Dian Sastro Wardoyo)
Kawan tahu?? dalam ajang FFI kali ini, film laris macam Ayat-Ayat Cinta (dir. Hanung Bramantyo), dan Laskar Pelangi (dir. Riri Riza) tidak diikutkan?? (kabarnya Ayat-Ayat Cinta dimasukkan dan mendapat satu nominasi untuk pemeran pendukung pria (Oka Antara).
Barangkali sebagian orang menyayangkan mengapa film-film laris itu tidak ikut. Tapi bagi mereka yang pernah mengikuti sepenggal saja kronik ajang FFI 2007 lalu yang diwarnai konflik, tentu tahu apa masalahnya.
Sutradara muda kita, Riri Reza, Hanung Bramantyo, Rudi Sujarwo (trus saya tidak tahu apa Nia Dinata juga) produser Mira Lesmana, aktor Tora Sudiro, Nico Saputra, dan lain-lain, menyatakan keluar dari ajang FFI.
Mereka mengembalikan seluruh Piala Citra FFI bukti penghargaan yang pernah mereka peroleh di ajang tersebut kepada Menteri Pariwisata dan Kebudayaan, Jero Wacik. (Lalu dulu ada joke begini: Siapa penerima piala Citra terbanyak tahun 2007 ini?? Jawabannya: Menteri Pariwisata dan Kebudayaan).
Konflik itu bermula dari keputusan dewan juri FFI 2007 yang memenangkan film Ekskul (disutradarai oleh Nayato Fio Nuala, sutradara yang suka gonta ganti nama). Film itu dinilai oleh beberapa kritikus film dan para sutradara lain, telah melakukan penjiplakan, terutama untuk bagian musik.
Konon beberapa bagian dari musik pengiring dalam film Ekskul dijiplak dari film Korea berjudul Tae Guk Gi yang disutradarai Wong Kar Wai (mudahan saya tidak salah menyebut nama sutradara Korea itu). Ditambah lagi beberapa kejanggalan lain yang ada dalam film tersebut.
Tetapi dewan juri bersikeras menetapkan keputusan semula, bahwa film Ekskul berhak diganjar piala Citra. (film ini saya tonton sekitar tahun 2006-an. Film ini cukup bagus, dibintangi Ramon Y Tunka, meski mengandung cela, karena menjiplak).
Karena dewan juri ngotot, Mas Riri Riza dan kawan-kawan menggalang persatuan untuk menentang FFI. Sempat terjadi polemik panjang waktu itu. Pada akhirnya, Riri Riza dan kawan-kawan membentuk MFI (Masyarakat Film Indonesia).
Sutradara yang bergabung dalam MFI, film-filmnya tidak akan diikutkan di ajang Festival tahunan FFI atau Piala Citra...
Ah, saya terlanjur menjelaskan terlalu panjang. Saya bukan ahli film sebenarnya. Saya hanya suka menonton film-film Indonesia.
Terimakasih Kawan RS atas info-nya. Saya senang sekali diberitahu dan diceritakan soal film Indonesia terbaru.
selamat belajar
sam
Untuk RS
Terus terang saya belum sempat menonton film-film terbaru produksi sineas dalam negeri. Termasuk film yang R sebut, arahan sutradara Hanung Bramantyo. Hampir tidak ada waktu. Saya menduga, di rental VCD belum tersedia.
Film Hanung soal geng motor yang mengisahkan hal yang berbeda dari pemandangan kenyataan anak-anak geng motor di Bandung, paling tidak memberikan satu gambaran buat saya tentang sosok sutradaranya sendiri.
Setelah sukses lewat film Ayat-Ayat Cinta dan mendapat pujian dari orang nomor satu di negeri ini (SBY), tampaknya hampir semua film Hanung akan mengarah kepada jenis film yang menceritakan kemungkinan-kemungkinan positif di wilayah yang sebetulnya berbau negatif.
Macam film yang R sebut itu: Tarix Jabrix (terus terang saya belum tahu film ini). Yang namanya komunitas Geng Motor, setahu saya tidak ada yang patuh sama aturan jalan raya. Tetapi, lewat Tarix Jabrix, Hanung mencoba (dalam tanda kutip) "berhayal" tentang kemungkinan adanya komunitas Geng Motor yang peduli dengan aturan jalan raya.
Itulah yang saya sebut "kemungkinan positif di wilayah yang sebetulnya berbau negatif." Dia menceritakan dari sudut pandang optimisme. Saya menduga, film ini syarat nasehat moral, meski dikemas dengan bungkus komedi.
Nasehat moral yang saya maksud, tentu saja nasehat kepada anak-anak muda yang gemar di jalanan, agar patuh kepada aturan hukum jalan raya.
Kalau saja SBY tahu film ini, barangkali dia akan mengajak jajaran menteri un

Kawan RS
Kira-kira seminggu lalu, saya mencoba menanyakan perihal sebuah film yang sudah sangat ingin saya tonton. Film itu produksi tahun 2007 (kalo tidak salah) disutradarai oleh Ully M Schueppel (bacanya, Uli Em Syupel) judul filmnya BerlinSong, film dengan setting ruang di sekitar kota Berlin, Jerman.
Salah seorang pemain dalam BerlinSong adalah Tommy Simatupang. Dia anak muda yang lahir di Yogyakarta dan lama tinggal di Nederland juga di Jerman.
Tahun lalu, di sebuah acara konser HAM yang digelar Pusdep (USD) di Lembaga Karta Pustaka jalan Taman Siswa, Tommy Simatupang menjadi salah seorang bintang tamu yang menyumbangkan beberapa lagu.
Rupanya, Tommy ahli bermain gitar dan drum. Satu lagu dia yang saya ingat dari sekian banyak lagu yang dia bawakan adalah God of Clay (Dewa Tanah Liat) yang dinyanyikan dalam acara konser tersebut. (Wah ceritanya melebar nih, sorry, ohya, album Tommy judulnya Blame It On Your Monkey).
Nah, setelah saya tahu BerlinSong dibintangi juga oleh si Tommy Simatupang (Siang malam tunggu panggilan), saya jadi ingin menontonnya. Di internet, saya hanya dapat menyaksikan penggalan-penggalan kecil dari film tersebut.
Kira-kira dua minggu lalu, saya mengontak seorang kawan dan menanyakan apakah versi Bajakan dari film BerlinSong sudah ada atau belum. (hehehe...carinya bajakan).
Kawan saya bilang, film itu belum beredar di pasaran bajakan.. Saya terpaksa harus menunggu kapan film itu akan keluar (eh, tentu dalam versi Haram Bajakan).
Kawan RS
Bicara soal lain..
Belum lama ini, Festival Film Indonesia (FFI) digelar di Bandung. Menurut berita yang saya baca, film berjudul Fiksi yang disutradarai oleh sutradara muda, Mouly Surya (Ini salah satu sutradara muda berbakat), diganjar penghargaan sebagai film terbaik dalam ajang tersebut, mengalahkan beberapa film yang diracik oleh sutradara kenamaan, macam Garin Nugroho lewat film Under the Tree, dan satu film lagi saya lupa sutradaranya, berjudul 3Doa 3Cinta (dibintangi Nicolas Saputra dan ehem mantan pacar saya, Dian Sastro Wardoyo)
Kawan tahu?? dalam ajang FFI kali ini, film laris macam Ayat-Ayat Cinta (dir. Hanung Bramantyo), dan Laskar Pelangi (dir. Riri Riza) tidak diikutkan?? (kabarnya Ayat-Ayat Cinta dimasukkan dan mendapat satu nominasi untuk pemeran pendukung pria (Oka Antara).
Barangkali sebagian orang menyayangkan mengapa film-film laris itu tidak ikut. Tapi bagi mereka yang pernah mengikuti sepenggal saja kronik ajang FFI 2007 lalu yang diwarnai konflik, tentu tahu apa masalahnya.
Sutradara muda kita, Riri Reza, Hanung Bramantyo, Rudi Sujarwo (trus saya tidak tahu apa Nia Dinata juga) produser Mira Lesmana, aktor Tora Sudiro, Nico Saputra, dan lain-lain, menyatakan keluar dari ajang FFI.
Mereka mengembalikan seluruh Piala Citra FFI bukti penghargaan yang pernah mereka peroleh di ajang tersebut kepada Menteri Pariwisata dan Kebudayaan, Jero Wacik. (Lalu dulu ada joke begini: Siapa penerima piala Citra terbanyak tahun 2007 ini?? Jawabannya: Menteri Pariwisata dan Kebudayaan).
Konflik itu bermula dari keputusan dewan juri FFI 2007 yang memenangkan film Ekskul (disutradarai oleh Nayato Fio Nuala, sutradara yang suka gonta ganti nama). Film itu dinilai oleh beberapa kritikus film dan para sutradara lain, telah melakukan penjiplakan, terutama untuk bagian musik.
Konon beberapa bagian dari musik pengiring dalam film Ekskul dijiplak dari film Korea berjudul Tae Guk Gi yang disutradarai Wong Kar Wai (mudahan saya tidak salah menyebut nama sutradara Korea itu). Ditambah lagi beberapa kejanggalan lain yang ada dalam film tersebut.
Tetapi dewan juri bersikeras menetapkan keputusan semula, bahwa film Ekskul berhak diganjar piala Citra. (film ini saya tonton sekitar tahun 2006-an. Film ini cukup bagus, dibintangi Ramon Y Tunka, meski mengandung cela, karena menjiplak).
Karena dewan juri ngotot, Mas Riri Riza dan kawan-kawan menggalang persatuan untuk menentang FFI. Sempat terjadi polemik panjang waktu itu. Pada akhirnya, Riri Riza dan kawan-kawan membentuk MFI (Masyarakat Film Indonesia).
Sutradara yang bergabung dalam MFI, film-filmnya tidak akan diikutkan di ajang Festival tahunan FFI atau Piala Citra...
Ah, saya terlanjur menjelaskan terlalu panjang. Saya bukan ahli film sebenarnya. Saya hanya suka menonton film-film Indonesia.
Terimakasih Kawan RS atas info-nya. Saya senang sekali diberitahu dan diceritakan soal film Indonesia terbaru.
selamat belajar
Komentar