Langsung ke konten utama

Halimun 8

“Selamat pagi..ini kantor Kabarpemilu.com, jalan Halimun 8?”

Di ruang tamu, seseorang mempersilahkan saya dan kawan Robi masuk. Ruangan itu terasa lembab, sejuk. Saya menaksir bangunan rumah ini didirikan dari tahun yang telah lewat jauh. Belakangan saya ketahui berdiri di tahun sekitar 1970-an.

Ini kantor redaksi. Meja dengan komputer dan telepon. Dan orang-orang yang suntuk di depan layar monitor.

Satu dari redaktur itu yang kemudian saya kenal dipanggil dengan nama Bung Cae, mengenal baik kawan saya. Saya bersyukur dan menganggap ini sebagai permulaan yang bagus. Bung Cae adalah wartawan yang pernah satu lokasi dengan kawan Robi, saat kawan Robi bertugas di Bogor, sebelum ia dipindah ke Jakarta.

Selepas perbincangan basa basi yang kurang dari satu jam itu, saya diminta membuat berita: ramalan cuaca. Hmmm.. sejak kapan saya belajar jadi juru ramal. Saya diminta mengontak dinas BMG.

“Tolong dong buatin berita tentang cuaca hari ini dan tiga hari ke depan. Sekalian kontak pegawai BMG.” Kata Yang Terhormat Redaktur Senior Bung Cae kepada saya.

Kurang dari satu jam saya duduk di ruangan itu, belum hilang lelah rasa lelah setelah berjalan dari stasiun menuju tempat itu, saya langsung diperintahkan menulis berita. Apa-apaan ini... Beginikah cara kerja sebuah kantor berita portal? Pikirku.

Saya pikir, ini adalah ujian perdana. Setiap orang yang masuk dunia kerja tentu mendapat tes case terlebih dahulu.

Di hadapan saya, komputer dan pesawat telepon telah tersedia. Dengan gamang dan ragu-ragu, saya mengangkat gagang telpon. Saya mengontak pegawai BMG dan menanyakan situasi cuaca kota Bogor hari itu.

Usai menelpon BMG dan mencatat poin pembicaraan singkat itu, saya duduk di depan komputer. Kawan Robi yang mengantar saya hanya duduk santai di meja. Ia memberi saya beberapa petunjuk tentang apa yang harus saya tulis dan bagaimana menuliskannya.

Ramalan cuaca. Saya diminta menulis berita ramalan cuaca. Seumur hidup saya tidak pernah mempelajari ramalan cuaca. Itu bukan bidang keilmuan saya. Ada ada saja. Tapi saya harus membuat ramalan cuaca sekarang juga.

Saya memberi judul tulisan perdana saya di Kabarpemilu.com “Jakarta Berawan, Gelombang Tinggi di Perairan Banten dan Sekitarnya.”

Sebelum tulisan itu selesai saya tulis, kawan Robi meminta diri. Ia hendak kembali ke Jakarta melakukan peliputan lapangan. “Selamat bertugas” kata kawan Robi kepada saya.

Sebetulnya saya ingin mengatakan: “jangan buru-buru, menginap saja dulu sampai sore” kepada kawan Robi. Tapi saya menahan diri untuk tidak mengatakannya. Kawan Robi punya kesibukan.

Saya orang baru di tempat ini. Di kantor ini. Di jalan Halimun 8. Saya belum lagi mengenal bagian-bagian ruang dalam kantor ini. Sebuah perintah menyelesaikan tulisan ramalan cuaca seperti menyodok jantung saya.

Satu jam, tulisan berisi ramalan cuaca selesai. Dua jam kemudian telah muncul di situs Kabarpemilu.com dan di situs Public.antaranews.com setelah lebih dari tiga kali saya baca ulang. Saya telah menyelesaikan tulisan perdana saya. Saya bersyukur dalam-dalam.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ke Labuan Bajo

       Entah darimana isteriku dapat wangsit. T iba-tiba dia membuat rencana hendak   bepergian jauh: ke Labuan Bajo. Niatnya ini dia utarakan padaku, kira-kira tiga bulan sebelum keberangkatan kami.; “Kita akan ke Labuan Bajo   di musim liburan anak-anak nanti.” Tekadnya untuk pergi kian bulat, sebulat telur penyu. Dia rajin melihat review-review di kanal youtube dan medsos lainnya untuk mendapatkan kiat-kiat menempuh perjalanan jauh itu. Aku sendiri tidak pernah terpikir akan jalan-jalan ke sana. Jangankan ke Labuan Bajo, ke pulau tetangga (Sumbawa) saja saya belum pernah injakkan kaki. Sejauh ini, pemandangan di wilayah bagian timur Indonesia hanya saya saksikan secara intens dari menonton film-film Ekspedisi Indonesia Biru garapan dua jurnalis, Bung Dandhy Dwi Laksono dan Suparta Arz alias Ucok.  Keduanya melakukan perjalanan keliling Nusantara di tahun 2015 silam, cumak bermodal honda bebek, tapi dengan hasil gambar-gambar video yang kemudia...

Fasholatan Kiai Asnawi Kudus

SETELAH hampir setahun, baru kali ini saya punya kesempatan membuka-buka dan membaca sebuah kitab mungil, Kitab Fasholatan , karya Kiai Asnawi Bandan Kudus. Kitab ini dihadiahi Ibu Nyai Sohib Bisri saat kami berziarah ke kediaman beliau di Pesantren Denanyar Jombang dalam bulan Agustus 2016 silam. Kebetulan isteri saya pernah mondok di asrama di bawah asuhan Nyai Sohib. Kedatangan kami ke Denanyar itu jadi semacam acara sowan murid kepada guru.  Bukan main hadiah yang diberikan sang guru kepada bekas muridnya, sebuah kitab berisi tuntunan sholat, dengan harapan agar si murid jangan sampai lalai terhadap kewajiban agama yang maha penting itu. Isteri saya bersama gurunya, Nyai Sohib Bisri (tengah) di Denanyar Djombang Barangkali sang guru tahu belaka kebiasaan para santri mereka setelah jauh dari pesantren, dan hidup bermasyarakat. Sebagian dari mereka telah banyak yang melupakan kebiasaan-kebiasaan saat mondok dulu, hanyut dalam kehidupan yang serba mementingka...

Saya Dibantah

Ketika membahas tentang mitologi pada sebuah kuliah di bulan Mei lalu, saya menjelaskan beberapa contoh dari cerita rakyat dan juga kitab suci. Dalam kitab suci, saya menyebut surat al-fiil , kemudian kisah tentang Adam dan Hawa sebagai contoh. Saya katakan kepada mahasiswa bahwa kedua ayat itu (dan masih banyak yang lain) merupakan contoh mitologi. Mitos saya definisikan sebagai "cara masyarakat membahasakan dan menamai realitas yang dihadapinya." Sebetulnya, definisi ini saya pinjam dari Roland Barthes. Ia mendefinisikan mitos sebagai " a type of speech ," cara bicara. Kita tahu, surat al-fiil itu bicara tentang serombongan tentara berkendara gajah dari Yaman dipimpin oleh seorang raja bernama Abrahah, yang hendak menyerang tanah haram, Mekah. Akan tetapi, rencana besar raja Abrahah ini menemui kegagalan. Di tengah perjalanan menuju Mekah, serombongan burung mengepung dan melempari tentara bergajah itu dengan batu dari neraka. Lumatlah mereka. Diceritakan dalam ...