"Kerukunan umat beragama," "toleransi","saling menghargai perbedaan", "Pluralisme" adalah sederet kata-kata klise. Basi. Kata mati yang berkali-kali dihidupkan kembali. Terutama saat penyelenggaraan hari-hari besar agama. Kata mati ini sudah menempel di kepala dan mulut kita. Susah kita buang. Karena terasa selalu manis diucapkan. Kata mati itu menjadi terus hidup karena selalu dihadapkan pada anti-tesa yang aktual: "Debat kebolehan seorang muslim mengucapkan Selamat Natal misalnya. Lalu peristiwa perusakan rumah ibadah oleh sekelompok umat lain. Teror bom berlatar sentimen agama. Kebencian atas etnis tertentu, dan lain-lain. Saat itulah, kata mati itu seperti menemukan sambungan "aliran nafasnya" kembali. Kaum liberal agama (di Islam diwakili oleh antaralain Jaringan Islam Liberal/JIL), sangat gemar berenang-renang dalam lautan luas wacana pluralisme, sehingga mereka tidak menyadari bahwa mereka harus segera mencari pulau...
sayur asem adalah menu kesukaan saya terutama untuk teman makan siang, namun demikian blog ini berisi catatan gado-gado yang tidak dikhususkan untuk menceritakan pengalaman menyantap makan siang dengan sayur asem