Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Desember, 2016

Kita Akhiri Narasi Toleransi

"Kerukunan umat beragama," "toleransi","saling menghargai perbedaan", "Pluralisme"  adalah sederet kata-kata klise. Basi. Kata mati yang berkali-kali dihidupkan kembali. Terutama saat penyelenggaraan hari-hari besar agama. Kata mati ini sudah menempel di kepala dan mulut kita. Susah kita buang. Karena terasa selalu manis diucapkan. Kata mati itu menjadi terus hidup karena selalu dihadapkan pada anti-tesa yang aktual: "Debat kebolehan seorang muslim mengucapkan Selamat Natal misalnya. Lalu peristiwa perusakan rumah ibadah oleh sekelompok umat lain. Teror bom berlatar sentimen agama. Kebencian atas etnis tertentu, dan lain-lain. Saat itulah, kata mati itu seperti menemukan sambungan "aliran nafasnya" kembali. Kaum liberal agama (di Islam diwakili oleh antaralain Jaringan Islam Liberal/JIL), sangat gemar berenang-renang dalam lautan luas wacana pluralisme, sehingga mereka tidak menyadari bahwa mereka harus segera mencari pulau...

Selamat Jalan Pak George Junus Aditjondro

Pak George wafat. Kabar ini kutahu baru saja. Saat tanpa sengaja saya buka FB. Muncul sebuah posting dari putranya, Enrico Aditjondro: Pak George telah pergi. Tepat di hari perayaan HAM internasional, 10 Desember. Aku jadi teringat tiga hari lalu. Sore Kamis. Itu berarti dua hari sebelum Pak George pergi buat selamanya. Entah kebetulan atau bagaimana. Aku buka email. Kuhapus beberapa kiriman tidak penting. Kubaca beberapa surat lama. Salahsatunya adalah surel balasan yang kukirim buat Pak George. Waktu itu Pak George minta saya cerita mengenai konstelasi persaingan politik di NTB. Antara elit berlatar agama dan nonagama. Surel ini bertanggal 25 Agustus 2010. Perjumpaan fisikku yang terakhir dengan beliau yakni dalam bulan Juni 2009. Waktu itu aku baru beberapa hari lalu merampungkan ujian tesisku. Setelah tugas akhirku selesai, aku merasa punya banyak waktu luang buat jalan-jalan. Di sela waktu luang itu, aku sempatkan berkunjung ke rumah kontrakan Pak George di Deresan, tak ja...

Ulang Tahun Dengan Tanam Pohon

Sedari kecil, aku tak pernah merayakan ulang tahun kelahiranku. Orang tuaku juga tidak pernah merayakannya untukku. Waktu kecil dulu, sebagian kecil teman-teman sekolahku dari keluarga orang-orang berada, merayakan ulang tahun kelahiran mereka. Tapi aku sendiri tak merayakannya. Kebiasaan merayakan ulang tahun kelahiran sendiri, mulai makin kukenal sejak aku duduk di bangku kuliah. Sebagian teman-teman kuliahku merayakan hari kelahiran mereka. Macam-macamlah bentuk perayaan itu. Ada yang mengajak makan di kantin kampus. Ada yang membuat acara kecil-kecilan dengan kue tart di rumah kos. Ada pula yang dengan sengaja pergi ke tempat-tempat wisata. Ritual yang paling sering dilakukan saat merayakan ulang tahun teman-teman kuliahku adalah ketika si Pulan yang berulang tahun dikerjain dengan diguyur air seember, dilempari telor mentah di kepalanya, dan ditaburi tepung di sekujur badan. Menurutku ini pekerjaan sia-sia. Meski tujuannya hanya untuk saling mempererat tali persahabatan ...