Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Desember, 2009

Gus Dur, Secarik Kenangan Dari Saya

Rabu 30 Desember 2009, senja hari. Saya baru saja membuka satu situs website ketika tiba-tiba terpampang di hadapan saya, berita headline meninggalnya Gus Dur (KH Abdurrahman Wahid). ”Gus Dur meninggal ???!!” saya berseru dalam hati. Ya, Gus Dur meninggal beberapa menit lalu. Saya berkirim SMS memberitahukan kepada beberapa kawan yang mungkin belum menyimak berita ini. Saya berusaha mengurai informasi lebih jauh terkait meninggalnya Gus Dur, dari berita web tersebut. Tanpa saya sadari, dada saya terguncang, dan mata saya berkaca-kaca. Gus Dur meninggal. Sesuatu yang mungkin terjadi di tengah kondisi kesehatan beliau yang terus menurun dalam beberapa hari terakhir. Berbilang hari sebelumnya, Gus Dur dikabarkan sakit dan menjalani perawatan di salah satu rumah sakit di Jombang Jawa Timur, saat tengah melakukan kegiatan ziarah ke beberapa pesantren di kota kelahirannya. Dari Jombang, Gus Dur dirujuk ke RS Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta. Selang tak berapa lama, kesehatan Gus Dur dika...

Sape Ampenan sebuah “Film Penerangan”

Saya mengakhiri jalan-jalan akhir pekan di Lombok dengan menonton film semi dokumenter ”Sape Ampenan Satu Cinta” di Kantor Kesbang Linmas Mataram, Minggu (20/12/09) malam. Sebelumnya, niat menonton film itu tidak direncanakan, kecuali setelah masuk pesan singkat ke ponsel rekan saya, dan rekan saya membacakan pesan itu yang berisi informasi permintaan hadir dalam acara nonton bareng tersebut. Film berdurasi kurang dari 1 jam itu bercerita tentang seorang pengelana, yang melakukan "le grande voyage" dari ujung barat Provinsi Nusa Tenggara Barat, Ampenan, hingga di ujung timur, di Sape, Kabupaten Bima. Plot di dalam cerita sengaja tidak dibuat saling berkait, namun tetap diusahakan untuk saling mengikat sesuai tema besarnya sebagai ”Film Perekat Kesatuan”. Masing-masing membentuk narasi sendiri-sendiri; siswa sekolah bernama Sasak, dan Putri Samawa, Pengelana, seorang mahasiswa cantik yang sedang melakukan perjalanan penelitian, pedagang lintas pulau, seorang ibu yan...

Di Sebuh Kota Kecil Tanpa Warung Kopi

Angin malam di bulan Desember terbilang dingin. Langit tak terlalu terang di malam hari, karena awan yang menggantung terlampau tebal. Beberapa hari terakhir, hujan sesekali turun deras. Lewat pukul 22.00 Wit, sepeda motor vespa tua yang saya kendarai bersama kawan lama saya, Kawan Tatok, melaju pelan di jalanan kota yang mulai lengang. Sesekali melintas di permukaan aspal yang basah, kendaraan-kendaraan besar yang mengangkut para pekerja tambang batubara milik Kaltim Prima Coal. Sangatta, sebuah kota kecil yang beranjak mekar, dengan jalur arteri yang lebar. Bangunan-bangunan mulai tumbuh di mana-mana. Terutama di sisi ruas-ruas jalan. Segala kebutuhan untuk 24 jam aktivitas manusia tersedia di sini. Tempat-tempat belanja, pasar, mini market, toko dan warung, sebuah mall, town hall, rumah sakit, kampus sekolah, salon kecantikan, tempat-tempat pelesiran, panti pijat, pub, night club, diskotek, penginapan-penginapan, losmen, hotel melati, dan masih banyak lagi. Di kota ini, manakala s...